Suara.com - Psikolog berpendapat bahwa "Pandemic shaming" atau mempermalukan seseorang ketika pandemi Covid-19 untuk mengikuti pedoman kesehatan tidak efektif dalam mengubah perilaku masyarakat.
Pandemi virus corona mengubah kehidupan sehari-hari bagi sebagian besar orang di dunia. Seperti memakai masker, yang dahulu dianggap aneh oleh orang Amerika, kini sudah menjadi hal biasa. Tapi hal tersebut masih menyebabkan perpecahan di antara orang-orang.
Beberapa orang memakai topeng sepanjang waktu di tempat umum, sedangkan ada yang memakainya ketika pergi dan di dalam ruangan. Dan yang lain tidak memakai masker sama sekali. Hal itu menyebabkan munculnya apa yang oleh beberapa ahli disebut "pandemic shaming."
Para psikolog mengatakan mempermalukan bukanlah cara yang tepat untuk mengubah perilaku orang lain.
"Kami benar-benar mencoba untuk menjauh dari mempermalukan seseorang agar menyesuaikan diri atau berpartisipasi dalam apa yang kami pikir adalah sebuah pedoman," kata Dr. Lynnea Lindsey, direktur Behavioral Health Services di Legacy Health disadur dari Komo News, Senin (27/6/2020).

"Secara psikologis, kami tidak akan mendorong cara berinteraksi seperti itu." tambahnya.
Para ahli mengatakan mereka yang mempermalukan orang lain, apa pun penyebabnya, mencoba membujuk orang lain untuk melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda.
"Malu sering tidak memiliki hasil yang sama seperti yang kita harapkan," buka Dr Roseann Fish Getchell, psikolog klinis di Providence Health Services, Amerika Serikat.
"Sejauh persuasi berjalan, kita harus memiliki hubungan dan semacam kepercayaan dengan orang itu. Sangat sulit untuk membujuk seseorang jika mereka tidak menghargai hubungan itu." jelas Dr Roseann.
Baca Juga: Travelport COVID-19 Smartpoint Plugin, Info Pendukung Masa New Normal
Dengan kata lain, mempermalukan orang asing tentu tidak akan membantu.