Suara.com - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menilai pernyataan Ketua PDI Perjuangan Puan Maharani terkait dengan Pancasila dan Sumatera Barat telah dipolitisasi oleh beberapa pihak dengan berbagai latar belakang motif.
Ahmad Basarah menilai motif tersebut mulai dari persaingan kontestasi pilkada Sumatera Barat sampai motif ideologis dan politis untuk menghancurkan citra Puan Maharani dan PDI Perjuangan.
"Padahal, jika kita telisik secara jernih dalam konteks alam pikir kebangsaan dan spiritualitas Puan Maharani sebagai seseorang yang sedang memegang amanat sebagai ketua DPR RI perempuan pertama Republik Indonesia, kita sesungguhnya telah menemukan esensi alam pikir dan spiritualitas seorang Puan dalam dimensi nasionalisme relgius," kata Basarah.
Ia mengatakan hal itu terkait dengan polemik pernyataan Puan saat mengumumkan calon peserta pilkada serentak 2020 dari PDI Perjuangan pada hari Rabu (2/9/2020).
Puan mengatakan, "Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Pancasila. Bismillahirrahmani rahiim."
Lalu pernyataan tersebut dipermasalahkan berbagai pihak.
Ketika kata "Pancasila" dan "bismillah" diucapkan Puan dengan sadar dan khidmat, menurut Basarah, itu membuktikan bahwa dalam dirinya terbentuk dan mengalir pikiran kebangsaan dan sikap religius yang sangat kuat.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menilai konstruksi pemikiran dan sikap Puan yang nasionalis religius itu menggambarkan Puan bukan hanya sosok cucu biologis Bung Karno, melainkan juga sosok cucu ideologis Presiden pertama RI.
"Nasionalisme religius Puan Maharani juga lahir dari latar belakang kultural ayahnya, almarhum Taufiq Kiemas, dan ibunda tercinta, Megawati Soekarnoputri," ujarnya.
Baca Juga: Langgar Protokol, Pasangan AWR-IF Bawa 1.500 Massa Mendaftar ke KPUD Agam
Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI itu mengaku heran jika ada yang tersinggung hanya karena Puan berharap Sumatera Barat menjadi provinsi yang mendukung Pancasila.
Menurut Basarah, mestinya ucapan Puan justru dilihat dari kecintaan Puan yang besar kepada rakyat Sumatera Barat agar dapat lebih sejahtera dan berkeadilan sosial melalui pilkada 2020.
Ia menegaskan bahwa dalam darah Puan mengalir garis keturunan Minang yang kuat, tidak mungkin dia ingin menistakan tanah kelahiran nenek moyangnya sendiri, nenek Puan dari garis ayahnya, yakni almarhum Taufiq Kiemas, bernama Hamzatun Rusdja adalah tokoh perempuan Minang dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
"Bahkan, Taufiq Kiemas sendiri pernah mendapat gelar Datuk Basa Batuah, ibunya, Megawati Soekarnoputri, mendapat gelar Puti Reno Nilam," ujarnya.
Dari trah ibunya, Megawati Soekarnoputri, eyang buyut putrinya berasal dari Bali bernama Ida Ayu Nyoman Rai, sedangkan eyang buyut putra berasal dari Jawa Timur bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo.
Menurut dia, dari Raden Soekemi-Ida Ayu lahir seorang tokoh nasionalis religius berwawasan luas bernama Soekarno, sedangkan nenek Puan, Fatmawati, adalah putri dari pasangan Hasan Din dari Bengkulu dengan Siti Khadijah dari keturunan Kerajaan Inderapura yang berpusat di Pesisir Selatan, Sumatera Barat.