"Pernyataan mereka yang bermotif politik dirancang untuk mendukung kelompok separatis di provinsi tersebut, yang secara konsisten terlibat dalam memicu kekacauan publik dan dalam melakukan serangan teroris bersenjata," ujar Nara beretorika.
"Ini adalah pelanggaran kedaulatan dan integritas wilayah negara. Sangat disesalkan dan berbahaya bagi negara untuk menyalahgunakan Perserikatan Bangsa-Bangsa, termasuk majelis yang agung ini."
"Negara-negara ini menggunakan Sidang Umum untuk memajukan agenda domestik mereka, dan untuk beberapa negara untuk mengalihkan perhatian dari masalah politik dan sosial di dalam negeri," katanya.

2018
Protes serupa kembali dilontarkan pada tahun 2018, dan pada tahun tersebut langusng dijawab oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai meminta Dewan Hak Asasi Manusia untuk menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
"Indonesia tidak akan membiarkan negara mana pun merusak keutuhan wilayahnya," jawab Wakil Presiden Indonesia Muhammad Jusuf Kalla, dikutip dari The Guardian.
"Seperti negara berdaulat lainnya, Indonesia akan dengan tegas mempertahankan keutuhan wilayahnya." tegas Wakil Presiden Jokowi pada saat itu.
Selain itu perwakilan Indonesia pada Sidang Umum PBB ke-73, Aloysius Selwas Taborat, juga memberikan hak jawab.
Baca Juga: Diisolasi Akibat Covid-19, Calon Bupati Manokwari Selatan Belum Ditetapkan
"Meskipun disamarkan dengan bunga-bunga keprihatinan hak asasi manusia, satu-satunya niat dan tindakan Vanuatu secara langsung menantang prinsip-prinsip hubungan persahabatan antar negara yang disepakati secara internasional, kedaulatan dan integritas teritorial," buka Aloysius Selwas Taborat.