Suara.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengkritisi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang menurutnya mengesampingkan kebutuhan rakyat secara umum dan lebih mementingkan urusan perusahaan tambang.
Dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (20/10/2020), Asfinawati dengan lantang mengatakan bahwa jangan-jangan UU Omnibus Law Cipta Kerja dibuat dengan maksud tertentu yakni menguntungkan segelintir orang saja.
Asfinawati mengkritisi substansi pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja yang terkait dengan perusahaan tambang. Menurutnya, masih banyak hal-hal yang belum diatur sehingga aturannya tidak jelas.
Ketua YLBHI tersebut menyoroti adanya royalti nol persen yang sampai saat ini belum diketahui pengaturan lebih lanjutnya.
"Kita akan melihat peningkatan nilai tambah batu baru di salah satu pasal Omnibus Law. Perusahaan yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara akan mendapatkan pengenaan 0 persen royalti," ungkap Asfinawati seperti dikutip Suara.com.

"Pengaturan royaltinya seperti apa tidak ada yang tahu. DPR dan pemerintah juga tidak tahu karena nantinya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Peraturan pemerintah belum ada, bisa diganti-ganti, apakah ini sebuah kepastian hukum? Pasti tidak," imbuhnya keras.
Lebih lanjut lagi, Asfinawati nampak curiga dengan alasan dibalik penetapan royalti 0 persen tersebut dan alasan kenapa naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja susah didapatkan.
Ia menyinggung sosok Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan sejumlah orang dalam tim pemenangan Jokowi Ma'ruf Amin yang memiliki usaha di bidang pertambangan.
"Jangan-jangan alasan untuk menambahkan nilai batu bara 0 persen itu karena anggota Satgas Omnibus Law yang salah satunya adalah Pak Airlangga Hartanto yang juga adalah menteri dan ketua satgas Omnibus Law juga terkait perusahan pertambahan," ucap Asfinawati.
Baca Juga: Bak UFC, Detik-detik Polisi Terkapar Ditendang Intel karena Pukuli Pendemo
"Ada juga beberapa tim pemenangan Jokowi Maruf Amin yang juga memiliki tambang dan masuk Satgas Omnibus Law. Apa karena itu buruh, petani, dan jurnalis tidak bisa mencari naskah Omnibus Law," lanjutnya.