Waktu itu Clinton unggul sampai selisih 3 juta suara. Tetapi karena yang dihitung adalah jumlah suara elektoral, bukan total suara pemilih atau popular vote itu, maka Trump yang meraih 352 dari total 535 suara elektoral waktu itu dinyatakan sebagai pemenang pemilu 2016.
Tetapi kini Lichtman menyatakan kebanyakan dari 13 kunci dalam metode jajak pendapatnya itu tidak lagi berpihak kepada Trump.
Dalam kaitan ini dia berasumsi presiden dari Partai Republik itu kemungkinan bakal menjadi presiden pertama AS sejak George H.W. Bush yang gagal memperebutkan masa jabatan keduanya di Gedung Putih.
Itu salah satunya karena faktor yang dulu menimpa Demokrat kini dialami Republik, yakni hasil pemilu sela yang disebut Lichtman sebagai salah satu indikator kunci dalam menentukan kemenangan seorang kandidat.
Pada pemilu sela 2014, Republik menang sehingga menjadi mayoritas menjelang pemilu 2016. Ironisnya hal itu kini dinikmati Demokrat yang pada pemilu sela 2018 menang sehingga menjadi pengendali DPR sampai kini. Jika indikator ini konstan, maka Trump akan kalah.
Agresif Pada Momen Terakhir

Seperti halnya saat Trump menang ketika Republik juga menguasai baik Senat maupun DPR, Biden dan Demokrat juga berpeluang melakukan hal sama pada pemilu 2020. Malah mungkin lebih telak.
Indikasi ini bahkan diutarakan sendiri oleh kawan seiring Trump. Salah satunya senator Republik, Ben Sasse, yang mengingatkan kolega-koleganya bahwa kali ini mereka akan menelan kekalahan besar dalam pemilu 2020.
Sasse juga terang-terangan mengkritik cara Trump mengelola pemerintahan, khususnya dalam menangani pandemi virus corona. Dia menyebut sikap bebal presiden bakal menciptakan erosi besar dalam konstelasi suara pada pemilu 3 November nanti.
Baca Juga: Klaim Kebal Covid-19, Donald Trump Dapat Julukan 'Superman' dari Pendukung
Tidak cuma Ben Sasse yang was-was Republik kalah telak.