Deretan Sejarah Tercipta Usai Biden Kalahkan Trump di Pilpres AS

Bangun Santoso Suara.Com
Minggu, 08 November 2020 | 09:27 WIB
Deretan Sejarah Tercipta Usai Biden Kalahkan Trump di Pilpres AS
Joe Biden dan Donald Trump. (BBC Indonesia)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Pandemi yang merenggut nyawa seperempat juta rakyat AS jelas menjadi faktor yang paling merusak citra Trump ketika ketidakpedulian dia terhadap pandemi ini berseberangan dengan sikap bagian terbesar rakyat AS.

Hal ini terlihat dari besarnya jumlah pemilih yang melakukan pemungutan suara dini (early voting), khususnya yang melakukan melalui pos. Mereka ini kentara berseberangan dengan Trump dalam melihat ancaman pandemi dengan tak mau mendatangi TPS karena khawatir menciptakan kerumunan yang bisa menjadi sumber penyebaran Covid-19. Mereka jelas tak memilih Trump.

Jumlah pemilih lewat pos ini, menurut US Elections Project, mencapai 65,2 juta pemilih atau 64 persen dari jumlah pemilih pemungutan suara dini yang mencapai 101,4 juta pemilih. Sedangkan jumlah pemilih early voting sendiri mencapai 63 persen dari total pemilih pemilu kali ini yang menurut Bloomberg mencapai 161 juta pemilih.

Sebelum 3 November, banyak kalangan meyakini Biden bakal menang karena tingginya pemungutan suara dini ini, khususnya suara lewat pos yang sebagian besar memang tidak mendukung Trump.

Dan Biden memang menang. Kemenangannya pun paripurna karena unggul baik dalam suara elektoral maupun popular vote. Dia merebut tujuh dari 12 negara bagian suara mengambang termasuk Georgia, Pennsylvania, Arizona, Michigan, dan Wisconsin yang dimenangkan Trump pada 2016.

Warga AS turun ke jalan merayakan kemenangan Joe Biden di Pilpres AS 2020. (Foto: AFP)
Warga AS turun ke jalan merayakan kemenangan Joe Biden di Pilpres AS 2020. (Foto: AFP)

Namun kemenangan meyakinkan seperti diperoleh mantan atasannya Barack Obama pada Pemilu 2008 dan 2012 itu sepertinya tak menjamin jalan yang akan dilalui Biden bakal mulus. Sebaliknya, jalan terjal sudah terbentang untuk dilalui selama empat tahun pertama pemerintahannya.

Ini karena, pascapemilu paling memecah belah AS ini, Biden tak cuma dipaksa merangkul semua spektrum politik dalam partainya, termasuk bagian paling kiri. Dia juga makin dipaksa lebih ke tengah demi hubungan lebih baik dengan segmen moderat Republik, pemilih non progresif dan independen, selain juga mengakomodasi suara kanan moderat.

Biden harus menerima kenyataan bahwa hampir separuh penduduk AS mendukung pandangan nasionalis kulit putih otoriterian ala Donald Trump sampai mereka tidak berkeberatan dengan pandangan kasar dan sexisme Trump yang melabrak birokrasi pemerintahan dan nilai-nilai tradisional Amerika seperti fair play, supremasi hukum serta kebebasan pers, selain meruntuhkan lembaga-lembaga ketatakelolaan baik di dalam maupun di luar AS.

Dulu Republik berharap tak apa-apa mengantarkan Trump berkuasa karena mereka yakin begitu masuk Gedung Putih, Trump tak akan liar lagi dan akan bertransformasi menjadi negarawan.

Baca Juga: Gedung Putih Dipadati Pendukung Biden Rayakan Kemenangan

Harapan itu tak terwujud. Yang terjadi malah sebaliknya. Trump kian sulit dikendalikan dan melabrak kemapanan serta siapa pun kecuali konstituennya, padahal presiden bukan hanya memerintah konstituennya tetapi juga memerintah mereka yang tidak memilih dia. (Sumber: Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI