Dinilai 'Kegemukan', Perubahan Struktur Organisasi KPK Jadi Polemik

Bangun Santoso Suara.Com
Rabu, 25 November 2020 | 06:12 WIB
Dinilai 'Kegemukan', Perubahan Struktur Organisasi KPK Jadi Polemik
Ilustrasi Gedung KPK.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Salah satu yang disorotnya adalah keberadaan staf khusus dalam perkom tersebut yang sebelumnya tidak ada dalam "tradisi" KPK.

Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana juga mempertanyakan urgensi dari memasukkan staf khusus dalam kelembagaan KPK. Jika dilihat dalam Pasal 75 Ayat (2) perkom tersebut segala keahilian yang mesti dimiliki oleh staf khusus pada dasarnya suda ada di setiap bidang kerja KPK.

Eks Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. (Suara.com/Stephanus Aranditio).
Eks Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. (Suara.com/Stephanus Aranditio).

ICW pun menilai kebijakan tersebut hanya pemborosan anggaran semata.

Dewan Pengawas KPK juga angkat bicara perihal polemik perkom tersebut. Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan bahwa pihaknya dalam rapat koordinasi pengawasan sudah mengingatkan pimpinan KPK agar perkom yang dibuat harus sesuai dengan undang-undang.

Dewas pun memperoleh informasi bahwa pembuatan perkom tersebut sudah dikonsultasikan dengan Kemenpan RB dan Kemenkumham.

Ia juga menyatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam pembuatan perkom tersebut karena pembuatan perkom sesuai dengan UU adalah kewenangan dari pimpinan KPK.

Respon KPK

Merespons hal tersebut, Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut struktur baru organisasi sesuai dengan perkom tidak "gemuk" karena hanya menambah total tujuh posisi jabatan baru.

Dalam penataan ulang organisasi melalui perkom tersebut, KPK menjelaskan hanya menambah total tujuh posisi jabatan baru terdiri atas enam pejabat struktural, yaitu satu pejabat eselon I dan lima pejabat setara eselon III serta satu pejabat nonstruktural, yaitu staf khusus.

Baca Juga: Dugaan Korupsi di PT Jasindo Tahun 2008-2012, KPK Lakukan Penyidikan

Penambahan tersebut setelah memperhitungkan jumlah penambahan jabatan baru, jabatan lama yang dihapus, dan penggantian nama/nomenklatur jabatan, baik pada kedeputian maupun kesekjenan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI