Suara.com - Sejumlah pihak meminta agar kepolisian mengusut tuntas kematian enam orang yang tertembak mendampingi perjalanan rombongan Habib Rizieq Shihab secara transparan dan independen.
Keenam pria yang disebutkan sebagai "pengikut" imam besar Front Pembela Islam dilaporkan tewas tertembak pada Senin dini hari (7/12).
Namun hingga kini kronologis peristiwa penembakan yang disampaikan oleh Kapolda Metro Jaya dan FPI berbeda.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran mengatakan anggotanya "terancam keselamatan jiwanya" karena mendapat serangan dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam dari laskar.
"Anggota yang terancam keselamatan jiwanya karena diserang kemudian melakukan tindakan tegas dan terukur sehingga terhadap kelompok yang diduga pengikut MRS [Muhammad Rizieq Shihab] yang berjumlah 10 orang itu ada enam yang meninggal dunia," kata Fadil.
Ia mengatakan anggota Polda Metro Jaya yang menurutnya diserang saat itu sedang mengikuti kendaraan yang dikendarai rombongan Habib Rizieq di jalur tol Jakarta-Cikampek.
Fadil juga menjelaskan polisi yang diserang tersebut sedang bertugas untuk menyelidiki informasi soal akan adanya pengerahan massa terkait agenda pemeriksaan Rizieq Shihab soal dugaan pelanggaran protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19.
Namun kuasa hukum Habib Rizieq mengatakan justru rombongannya yang diserang terlebih dahulu oleh "preman."
"Kami duga kuat bagian dari operasi penguntitan dan untuk mencelakakan IB [Rizieq]," ujarnya saat memberi keterangan pada media.
Baca Juga: Enam Pengikut Habib Rizieq Ditembak Mati Bukan Kasus Main-main
'Pembunuhan di luar hukum'
Dr. Ian Wilson, dosen senior di Murdoch University, Australia Barat mengatakan kepada ABC Indonesia jika peristiwa penembakan tersebut sebagai 'extrajudicial killing' atau pembunuhan di luar hukum oleh polisi.
"Saya rasa akan banyak dari pendukungnya yang melihatnya jika ada atau akan ada upaya dari otoritas untuk mengancam keselamatan Rizieq," ujar Ian yang pernah menulis buku soal jatah preman di Indonesia di tahun 2018 lalu.
"Enam pria muda yang meninggalnya pada dasarnya adalah korban dari extrajudicial killing," tambahnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Korban Kekerasan dalam pernyataannya yang dikeluarkan Senin malam kemarin.
"Pasalnya secara kepemilikan senjata, kepolisian jelas lebih siap," ujar Rivanle Anandar, wakil koordinator bidang riset dan mobilisasi Kontras.