Perjuangan terombang ambing di laut lepas tentunya tak apa kala diketahui saat hari ketiga pencarian itu para penyelam menemukan serpihan-serpihan pesawat Sriwijaya Air serta sejumlah "body part" atau bagian jenazah korban.
Selain itu terdapat pula temuan berupa baju, seragam pramugari, tas, uang hingga gaun pengantin berwarna putih.
Beruntungnya lagi, cuaca memang tidak begitu parah. Namun di sisi lain, tiupan angin laut menjadi begitu kencang pada malam hari hingga merasuk ke tulang.
Di tambah lagi tidak ada selimut yang cukup tebal untuk menanganinya. Alhasil alas tidur kasur pun terpaksa digunakan untuk menyelimuti tubuh agar dingin tak begitu kentara. Walaupun sejatinya tetap saja terasa dingin.
Ditemani secangkir teh manis dan mi instan, malam yang cukup sulit di laut lepas setidaknya bisa diterima dengan baik secara perlahan. Perkara makan, sudah disiapkan nasi berikut daging ayam dan sayur sebagai lauknya.
Tapi lagi-lagi masalahnya, tetap saja sulit mencerna selayaknya makan nan seharusnya. Sebab, sulit menghilangkan memori-memori dalam pikiran atas berbagai temuan yang tampak nyata pada siang hari.
Di bawah laut
Sebelum terjun ke laut lepas, tim penyelam terlebih dahulu mendapatkan arahan dari Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri Brigjen Yassin Kosasih.
Tepat di hari keempat pascakejadian, jenderal bintang satu itu menginstruksikan penyelam agar fokus pada pencarian korban serta potongan atau bagian dari pesawat Sriwijaya Air.
Baca Juga: Benarkah Ini Rekaman Sriwijaya Air SJ182 Sebelum Jatuh? Cek Faktanya
"Maksimalkan pencarian korban, karena diduga bodi utama pesawat dan kotak hitam sudah dipegang oleh TNI AL," kata dia.
Meskipun demikian, bila penyelam menemukan kotak hitam yang berisi data penerbangan, maka benda itu tetap harus dievakuasi.
Walaupun memang berdasarkan informasi Basarnas, TNI AL pada hakikatnya telah menemukan keberadaan benda penting tersebut.
Namun, saat ini kondisi di bawah laut kurang mendukung karena derasnya arus serta diperparah dengan kondisi lumpur sekitar 30 sentimeter di beberapa titik. Sehingga dikhawatirkan keberadaannya yang sudah diketahui itu malah berpindah.
Salah seorang penyelam pencari korban pesawat Sriwijaya Air Bripka Jefry Manik Bintara Unit (Banit) SAR Polisi Perairan dan Udara Polda Banten mengatakan kendala di lapangan ialah jarak pandang dan arus air yang cukup kuat terutama di atas.
"Jarak pandang itu maksimal satu meter di kedalaman 18 hingga 20 meter," kata polisi berdarah Batak tersebut.