Pesawat Sriwijaya Air SJ182 naik ke ketinggian 10.900 kaki dalam waktu empat menit tetapi lantas mulai turun tajam dan berhenti mengirimkan data 21 detik kemudian, menurut situs pelacakan FlightRadar24.
"Ada banyak suara yang dibuat tentang kecepatan penurunan terakhirnya," kata Geoff Dell, pakar investigasi kecelakaan udara yang berbasis di Australia.
"Ini adalah indikasi dari apa yang terjadi, tetapi mengapa itu terjadi masih menjadi tebakan. Ada banyak cara untuk membuat pesawat turun dengan kecepatan seperti itu," sambungnya.
Dell mengatakan penyelidik akan melihat faktor-faktor termasuk kegagalan mekanis, tindakan pilot, catatan perawatan, kondisi cuaca, dan apakah ada gangguan yang melanggar hukum.
Sebagian besar kecelakaan udara disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang perlu waktu berbulan-bulan untuk ditetapkan.
Catatan operasi Sriwijaya Air juga akan diawasi. "Catatan keamanannya beragam," kata Greg Waldron, editor pelaksana Asia di publikasi industri FlightGlobal.
Waldron mengatakan, pihak maskapai telah menghapus empat Boing 737 antara 2008 dan 2017 karena pendaratan yang buruk dan mengakibatkan runway overruns, termasuk satu pada 2008 yang menyebabkan satu kematian dan 14 cedera.
Sriwijaya Air pada akhir 2019 mengakhiri kemitraan selama setahun dengan maskapai nasional Garuda Indonesia dan telah beroperasi secara independen.
Baca Juga: Satu Keluarga Jadi Korban Sriwijaya Air Jatuh Sempat ke Kota Tangerang