Karirnya berubah arah sejak bergabung di bawah komando Than Shwe. Dia adalah sosok yang diakui Min Aung sebagai mentornya dan kelak mengepalai angkatan bersenjata Myanmar.
Di bawah perintahnya, Min Aung memimpin penumpasan pemberontak komunis di Kokang pada 2009, dan dipupuk menjadi calon pemimpin masa depan.
Pada 2011, dia menggantikan sang mentor sebagai kepala staf angkatan bersenjata, ketika Myanmar mengawali proses transformasi menuju demokrasi.
Saat itu Min Aung sudah dikenal sebagai figur kunci dalam membina hubungan dengan militer Cina, tulis harian The Irrawady pada Novmber 2011 misalnya.
Ambisi Min Aung mulai terlihat ketika dia memperpanjang masa jabatannya secara sepihak selama lima tahun pada Februari 2016 silam.
Langkah itu mengejutkan banyak pihak yang meyakini dia akan mengundurkan diri sesuai rotasi di pucuk pimpinan Tamdaw.
Dari tentara menjadi politisi
Selama transformasi demokrasi, sang panglima lebih sering tampil di depan publik. Dia rajin mengunggah video rekaman aktivitasnya ke Facebook, mulai dari mengunjungi kuil atau bertemu dengan rakyat biasa.
Lamannya di media sosial menjaring ratusan ribu pengikut, sebelum diturunkan menyusul pembantaian terhadap Rohingya pada 2017 lalu.
Baca Juga: Apa itu Kudeta Militer Seperti Terjadi di Myanmar
Kepada Reuters, diplomat dan pemantau asing mengabarkan perihal kegemaran Min Aung membahas transisi politik di negara lain, dan mengingatkan betapa pentingnya mencegah gelombang kekacauan seperti yang melanda Libya atau negara-negara Timur Tengah pasca gagalnya Musim Semi Arab 2011.
Pada saat yang sama, dia juga terkesan enggan menyerahkan kekuasaan militer kepada pemerintahan sipil.
Saat Suu Kyi dan NLD berusaha mengamandemen konstitusi untuk mengurangi kewenangan tentara tahun lalu, adalah fraksi militer di parlemen yang tampil menggagalkan.
Kontroversi menaungi sang jenderal ketika operasi militer di negara bagian Rakhine pada 2017 memaksa lebih dari 730.000 warga etnis Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Penyidik PBB mencatat perang yang dilancarkan Min Aung melibatkan pembantaian, pemerkosaan massal dan aksi pembakaran yang dieksekusi "dengan niatan genosida.”
Sebagai reaksi, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Min Aung Hlaing dan tiga jenderal lain pada 2019.