Menurut Irfan, saat itu hampir seluruh penonton meneriakkan nama Rotor berulang kali. Namun bukannya senang, Irfan malah fokus pada sekerumunan orang-orang yang tidak satu pun memakai kaus Rotor.
"Lampu sorot ke penonton terang sekali, jadi gue lihat tuh. Hampir semua teriak Rotor Rotor Rotor. Nah di situ enggak tahu Allah ngasih rahmat apa. Mereka teriak Rotor tapi satupun enggak ada yang pakai kaus Rotor," tandasnya.
Dari kejadian tersebut, Irfan Rotor menemukan bahwa dirinya tidak bisa mendapatkan fans sejati dalam dunia musik.
"Ternyata gua enggak bisa mendapatkan fans yang sejati dalam dunia musik. Mereka senang dengan Rotor tapi mereka senang dengan yang lain," imbuhnya.
Sejak mendapat kedua hidayah itu, Irfan Rotor mulai ragu, walau ia belum tahu mana jalan yang benar menuju arah itu. Hingga sampai di tahun 1998, Irfan masih terus bermain band.
"Ada sinyal Allah, tapi belum dikaitkan pada Allah dan agama. Itu prosesnya dari tahun 1993 ke 1998," ujarnya.
Irfan Rotor mengaku dirinya sudah mulai suntuk bermain band. Namun, ia malah bingung apa yang akan ia lakukan ketika berhenti bermain musik.
"Gue tuh sebenarnya sudah suntuk, tapi mau lari ke mana? Main musik sudah ogah-ogahan. Lihat aja album Rotor makin lama makin aneh, itu karena gue eksperimen dan enggak sampai jadi," terangnya.
Meski Irfan Rotor mengaku dirinya sempat ambil salah langkah, karena langsung pindah ke Amerika dan tidak memperbesar nama Rotor di Indonesia, ia tak pernah menyesalinya.
Baca Juga: Jalaludin Rakhmat, Cendekiawan Dan Tokoh Syiah Indonesia Wafat
Itu dikarenakan, Irfan Rotor akhirnya menemukan hidayahnya akibat hal tersebut.
"Salah langkah itu, tapi salah langkah menurut duniawi, kalau menurut akhirat itu benar. Karena gara-gara gua ke sana, Rotor di Indonesia tidak terbina, karirnya enggak naik, makin lama makin menurun, akhirnya gue dapat hidayah. Urutannya kan gitu, umumnya dunianya turun dulu," jelasnya.