Suara.com - Sebagian pedagang dan petani jeruk nipis di Banyuwangi, Jawa Timur, menghadapi dilema karena jumlah hasil panen yang melimpah, tetapi tidak sebanding dengan tingkat penjualan, ditambah lagi harga jual yang sangat murah: Rp500 per kilogram.
Sebagian pedagang dan petani terus menerus mengalami kerugian.
Robet Saputra, salah seorang pedagang dan pengepul di Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, yang ditemui jurnalis Beritajatim.com, baru-baru ini, menceritakan keadaan tak menguntungkan yang dialami pedagang pada umumnya.
Pedagang dan pengepul seperti Robet biasanya tergantung pada tengkulak besar.
Ketika persediaan jeruk nipis banyak, sementara tengkulak besar tidak segera datang untuk mengambilnya, maka akan terjadi penumpukan.
Penumpukan jeruk nipis yang terjadi terlalu lama akan membuatnya rusak dan sudah pasti kualitasnya menurun, harganya pun ikut terpengaruh.
"Kemudian kita akan sortir lagi, sisanya kita buang," kata Robet.
Mereka menghadapi dilema. Jeruk nipis itu dibuang sayang, tetapi dijual tidak laku.
“Kadang membuang saja kita itu susah. Di tempat sampah belakang rumah sudah penuh. Kadang kita berikan ke orang kalau ada yang mau terserah tinggal ambil. Kalau sudah begini dimakan nggak bisa, dibuat minuman juga terlalu banyak. Jalan satu-satunya ya dibuang saja.”
Baca Juga: Lahan Terdampak Banjir, Petani di Tuban Bisa Dapat Ganti Rugi dari AUTP
Dalam foto-foto hasil liputan tentang persoalan yang dihadapi pedagang jeruk nipis yang dimuat Beritajatim.com terlihat, beberapa di antara mereka membuang karung berisi jeruk nipis yang kualitasnya menurun ke tempat sampah.