Mahfud MD Kritik Putusan MK Soal Jadwal Pemilu: MK Tidak Punya Wewenang!

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Kamis, 24 Juli 2025 | 22:39 WIB
Mahfud MD Kritik Putusan MK Soal Jadwal Pemilu: MK Tidak Punya Wewenang!
Mahfud MD kritik MK terkait putusan jadwal pemilu. [Youtube Mahfud MD official]

Suara.com - Pakar hukum tata negara Mahfud MD menyebut jadwal keserentakan pemilu seharusnya open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang alih-alih Mahkamah Konstitusi (MK).

“MK itu tidak punya wewenang. Karena apa? Itu open legal policy. Urusan jadwal pemilu itu ‘kan urusan eksekutif, urusan pembentuk undang-undang,” kata Mahfud dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis.

Menurut Mahfud, MK tidak boleh membatalkan suatu norma undang-undang yang dianggap tidak baik. MK, kata dia, hanya berwenang untuk membatalkan norma yang terbukti bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.

“Yang jelas-jelas melanggar konstitusi, boleh oleh MK itu dibatalkan,” ucap ketua MK periode 2008–2013 itu.

Terkait persoalan jadwal pemilu, Mahfud menyinggung putusan MK sebelumnya yang berbeda dengan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Pada putusan terbaru itu MK secara eksplisit memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu daerah. Pemilu anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah digelar dua atau dua setengah tahun sejak anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden dilantik.

Sementara itu, kata dia, MK dalam pertimbangan Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019, memberikan enam pilihan model keserentakan pemilu.

“Katanya tadi konstitusional semua, lalu dipilih satu, lalu ditentukan jadwalnya, itu sebenarnya tidak boleh, [MK] tidak punya wewenang,” kata Mahfud.

Kendati demikian, Mahfud menegaskan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus dijalankan dengan melakukan rekayasa konstitusional, sebagaimana yang diamanatkan pula oleh MK dalam putusan nomor 135 itu.

Baca Juga: Soal Wamen Rangkap Jabatan, Istana Tegaskan Pemerintah Tak Menyalahi Amar Putusan MK

Terkait rekayasa konstitusional, Mahfud mengemukakan lima alternatif, yakni perpanjang masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah dengan undang-undang; kepala daerah diganti penjabat, DPRD dipilih melalui pemilu sela; kepala daerah diperpanjang dengan penjabat, DPRD diperpanjang dengan undang-undang tanpa pemilu sela; pemilu sela untuk DPRD dan kepala daerah periode peralihan; serta pilkada oleh DPRD.

Namun Mahfud tidak merekomendasikan pembentuk undang-undang memilih opsi terakhir, yakni pilkada oleh DPRD karena terlalu ekstrem.

“Itu akan mundur. Saya tidak merekomendasikan, cuma itu bisa menjadi alternatif yang boleh. Saya lebih suka pemilu seperti sekarang, sama-sama langsung, tetapi jadwalnya menjadi problem,” ujar dia.

Diketahui, MK melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 memutuskan keserentakan pemilu yang konstitusional ialah pemilu daerah digelar sejak dua atau dua setengah tahun pemilu nasional rampung.

Pemilu daerah antara lain pemilihan anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah, sementara pemilu nasional terdiri atas pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta presiden dan wakil presiden.

Adapun titik rampungnya pemilu nasional, menurut MK, yaitu ketika anggota DPR, DPD, serta presiden/wakil presiden terpilih dilantik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI