Para diplomat mengatakan penjualan senjata Prancis ke Mesir sangat berkaitan dengan masalah pembiayaan karena kekhawatiran tentang kemampuan jangka panjang Kairo untuk membayar kembali pinjaman yang dijaminkan yang didukung negara, daripada kekhawatiran Paris atas situasi hak asasi manusia di Mesir.
Benedicte Jeannerod, direktur Human Rights Watch untuk Prancis, langsung mengecam kesepakatan itu.
"Dengan menandatangani kontrak mega-senjata dengan pemerintahan Presiden Mesir Abdel Fattah as-Sisi sementara yang terakhir memimpin penindasan terburuk dalam beberapa dekade di Mesir, pemberantasan komunitas hak asasi manusia di negara itu, dan melakukan pelanggaran yang sangat serius di bawah dalih perang melawan terorisme, Prancis hanya mendorong penindasan yang kejam ini," kata Jeannerod kepada Reuters.
Disclose mengatakan pembiayaan untuk kesepakatan itu akan sampai 85 persen dijamin oleh negara Prancis. BNP Paribas SA, Credit Agricole, Societe Generale dan CIC, yang mendanai kesepakatan awal, mengajukan kesepakatan lagi. Bank-bank itu belum dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
Prihatin dengan kevakuman politik di Libya, ketidakstabilan di seluruh kawasan, dan ancaman dari kelompok-kelompok jihadis di Mesir, kedua negara telah memupuk hubungan ekonomi dan militer yang lebih erat sejak Sisi naik ke tampuk kekuasaan.
Organisasi hak asasi menuduh Macron menutup mata terhadap apa yang mereka katakan sebagai peningkatan pelanggaran kebebasan oleh pemerintah Sisi.
Pejabat Prancis menolak tuduhan itu dan mengatakan Paris mengikuti kebijakan untuk tidak mengkritik negara secara terbuka atas hak asasi manusia agar lebih efektif secara partikelir atas dasar kasus per kasus. (Sumber: Antara/Reuters)