"Sudah isoman dan tidak sanggup. Hari kelima kami bawa ke Wisma Atlet. Itu juga sekali untuk dapat kamar. Kami telepon rumah sakit pada penuh. Akhirnya pas dini hari baru dapat ruangan di Wisma Atlet. Kalau selebihnya, berusaha isoman," sambungnya.
Tak hanya positif Covid-19, ada dua anggota FSBPI yang meninggal dunia ketika menjalani isolasi mandiri. Hanya saja, dia tidak begitu mengetahui secara pasti perihal penyebab kematian dua anggota tersebut.
"Kami yang meninggal ada dua orang karena Covid ketika isoman. Kami tidak tahu, tapi kami dapat laporan. Karena apa kami belum tahu. Yang jelas dia isoman," papar dia.
Atas fenomena tersebut, kebutuhan akan fasilitas kesehatan bagi para buruh yang terpapar Covid-19 sebisa mungkin di cover oleh organisasi. Pihak pengurus, kata Jumisih, berupaya semaksimal mungkin dalam upaya bantuan pemenuhan fasilitas kesehatan.
Sebagai contoh, pihak FSBPI sampai membeli tabung oksigen yang kemudiam diperuntukkan bagi anggota yang membutuhkan. Selain itu, kebutuhan pokok seperti masker, sarung tangan, vitamin, hingga logistik juga diupayakan untuk tersalur kepada mereka yang membutuhkan.
Di satu sisi, pengurus FSBPI juga kelimpungan dalam upaya memberi bantuan bagi anggotanya yang terpapar. Maka dari itu, bantuan juga ada yang berasal dari serikat buruh dan rakyat lainnya.
"Kalau sejauh ini, kebutuhan oksigen, vitamin, dan obat-obatan selain dia dapat di puskesmas, kami organisasi bantu sebisa kami," ungkap Jumisih.
"Soal oksigen, organanisasi ada pengadaan sendiri. Kami cari cukup berhasil mencari oksigen. Kemarin cari di daerah pramuka dan dapat. Tapi harganya 3 kali lipat," sebut dia.
Kepusingan lainnya adalah sikap brengsek perusahaan. Disebutkan Jumisih, pabrik maupun perusahaan ogah membiayai fasilitas tes swab PCR bagi karyawannya yang terpapar Covid-19.
Baca Juga: RSUD Rasidin Padang Kembali Jadi Rumah Sakit Khusus Covid-19
Dalam konteks ini, perusahaan cuma memberikan waktu beristirahat bagi pekerja selama berstatus positif Covid-19. Bagi Jumisih, hal itu sangatlah memberatkan pekerja dari sektor buruh yang jaminan kesehatannya tidak ditanggung oleh perusahaan.
"Itu sangat memberatkan, karena kalau ke rumah sakit, itu biaya hampir 750 ribu untuk sekali PCR," tegas Jumisih.
Perusahaan Jangan Pelit!
Jumisih khawatir, tingkat penyebaran Covid-19, khususnya di lingkungan pabrik meningkat. Di sisi lainnya, organisasi juga tidak sanggup untuk menyuplai semua kebutuhan anggota yang jumlahnya mencapai ribuan orang.
Untuk itu, FSBPI berharap agar perusahaan bisa memastikan karyawannya bisa hidup sehat meski harus tetap bekerja secara tatap muka. Misalnya, pabrik bisa memastikan adanya jaga jarak di tengah ribuan pekerja yang berada di dalam satu ekosistem kerja.
Kemudian, dia turut mendesak agar kebutuhan masker, vitamin, hingga obat-obatsn harus disediakan oleh perusahaan. Bahkan, tenaga kesehatan seperti dokter, kalau perlu dihadirkan di pabrik.