Represif Aparat Saat PPKM Darurat Disebut Hanya Timbulkan Masalah Baru untuk Masyarakat

Senin, 19 Juli 2021 | 10:25 WIB
Represif Aparat Saat PPKM Darurat Disebut Hanya Timbulkan Masalah Baru untuk Masyarakat
Tangkapan layar rekaman CCTV diduga Anggota Satpol PP memukul ibu hamil saat razia PPKM [SuaraSulsel.id / Istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Lembaga Imparsial, Gufron Mabruri, menyoroti tindakan represif aparat saat melakukan pengawasan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. Menurutnya, tindakan represif tersebut hanya menimbulkan persoalan baru di tengah masyarakarat.

Gufron menyambut baik ketika pemerintah menerapkan PPKM Darurat Jawa-Bali saat jumlah kasus Covid-19 kian meningkat. Namun disayangkan para aparat yang ditugaskan untuk mengawasi jalannya kebijakan tersebut malah bertindak berlebihan kepada masyarakat.

"Penerapan aturan PPKM tersebut harus tetap dilakukan sesuai koridor hukum dan tetap mengacu pada prinsip kewajiban negara untuk menghormati, menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM)," kata Gufron dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/7/2021).

Tindakan berlebihan yang dilakukan oleh gabungan aparat itu juga tidak luput dalam catatan Imparsial. Imparsial mencatat melalui pengamatan media, setidaknya terdapat 50 kasus penggunaan kekerasan atau tindakan koersif lainnya dilakukan aparat selama masa penegakkan aturan PPKM Darurat Jawa-Bali.

Bentuk tindakan kekerasan yang dilakukan pun beragam, semisal kasus yang paling mencuat di media ialah ketika oknum petugas Satpol PP yang melakukan penganiyaan terhadap pasangan suami istri pemilik warung kopi di Kabupaten Gowa.

Kemudian ada pula aksi penyemprotan warung menggunakan mobil pemadam kebakaran di Semarang, penyitaan barang-barang milik pedagang dan tindakan lainnya.

Sejumlah petugas polisi berpakaian preman mengamankan seorang demonstran yang diduga provokator saat membubarkan unjuk rasa di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Jumat (16/7/2021). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Sejumlah petugas polisi berpakaian preman mengamankan seorang demonstran yang diduga provokator saat membubarkan unjuk rasa di Kota Ambon, Provinsi Maluku, Jumat (16/7/2021). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

"Berbagai peristiwa tersebut seharusnya tidak terjadi jika pemerintah dan pemerintah daerah mampu memberikan solusi atas kondisi rill yang dihadapi masyarakat," ujarnya.

Gufron menilai, tindakan kekerasan ataupun koersif yang dilakukan aparat tersebut justru dapat memicu kemarahan masyarakat dan berpotensi mendorong terjadinya pembangkangan sipil terhadap kebijakan pemerintah. Apabila itu terjadi, maka pemerintah maupun masyarakat akan dirugikan karena pandemi Covid-19 yang tidak kunjung usai.

"Di satu sisi, pemerintah dan pemerintah daerah akan menanggung akibat berlarutnya situasi darurat Covid-19 ini, di sisi lain kehidupan masyarakat juga semakin sulit khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya," tuturnya.

Lebih jauh, penggunaan kekerasan atau tindakan koersif oleh aparat di lapangan dapat memicu kemarahan masyarakat dan berpotensi mendorong terjadinya pembangkangan sipil (civil disobedient) terhadap kebijakan pemerintah. Jika hal ini terjadi, tentunya semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat akan dirugikan akibat berlarut-larutnya pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap berbagai sektor kehidupan masyarakat. Di satu sisi, pemerintah dan pemerintah daerah akan menanggung akibat berlarutnya situasi darurat Covid ini, di sisi lain kehidupan masyarakat juga semakin sulit khususnya dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Baca Juga: Luhut Minta Maaf PPKM Tak Optimal, Lokataru: Harusnya dari Dulu

Maka dari itu, Gufron menilai penerapan aturan PPKM di masyarakat akan berjalan efektif apabila aparat di lapangan seperti Satpol PP, TNI dan Polri lebih mengedepankan pendekatan persuasif dan humanis kepada masyarakat.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI