Kisah Sopir Bajaj Perempuan: Berani Lawan Pelecehan, Berteman dengan Preman

Siswanto Suara.Com
Senin, 16 Agustus 2021 | 07:00 WIB
Kisah Sopir Bajaj Perempuan: Berani Lawan Pelecehan, Berteman dengan Preman
ILUSTRASI: Deretan bajaj menunggu penumpang di kawasan parkir stasiun Tanah Abang, Jakarta, Rabu(3/6). [Suara.com/Angga Budhiyanto]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Katanya nilainya nggak ada, nilainya kurang,” kata Sukma.

“Saya mau bagaimana bu, saya sudah berusaha mengajari anak. Sekarang terserah ibu saja, gimana. Saya sudah lapang dada. Saya juga nggak ngerti,” kata Sukma menirukan ucapannya kepada guru ketika itu.

Sukma tidak bisa mengandalkan mantan suaminya. Sementara Sukma sendiri tidak bisa benar-benar fokus mengurus mereka.

Bajaj biru [Antara]

Sukma benar-benar merasa bersalah. Dia merasa tidak bisa sunguh-sungguh menjadi ibu yang dibutuhkan anak-anaknya, tidak bisa fokus mendidik mereka yang tinggal di Jakarta Utara karena setiap hari harus mengemudikan bajaj, “Saya mesti nyari duit, nyari makan untuk anak-anak.”

Tetapi di dalam hati Sukma, selalu ada doa. Doanya, supaya kedua anaknya yang tinggal di Jakarta Utara berhasil menyelesaikan sekolah dan mendapat pekerjaan yang lebih baik dari orangtua.

“Kasihan dua anak ini. Yang satu gagal (anak pertama), mudah-mudahan yang dua anak ini berhasil.”

Penghasilan turun akibat pandemi

Sebelum mendapatkan suami yang kedua, Sukma numpang tinggal di bengkel bajaj daerah Jakarta Pusat.  Di sana, dia tidak perlu membayar sewa tempat, melainkan hanya ikut urunan iuran token listrik.

Di situ pula dia mengenal lelaki yang kemudian menikahinya.

Baca Juga: Kisah Penjaga Makam: Menjawab Apa Saja yang Terjadi di Kuburan

“Saya nikah di situ. Saya dinikahin sama ustaz di situ. Lahiran juga di situ. Sampai orang nggak seneng,” katanya.

Dua tahun lamanya Sukma menetap di bengkel bajaj. Banyak orang rupanya kurang senang karena sudah menikah, tapi masih tinggal di bengkel, mereka pun kemudian mengontrak di Kramatpulo sampai sekarang.

Penghasilan suami kedua dari mengemudikan bajaj dirasa tak mencukupi kebutuhan hidup yang terus bertambah, terutama untuk membantu anak-anak Sukma dari suami pertama. Itu sebabnya, dia tetap menjadi pengemudi bajaj.

“Saya bela-belain, sampai dari bajaj, itu demi perut anak-anak saya.”

Sebelum datang pagebluk, penghasilan pengemudi bajaj seperti yang diceritakan Sukma terbilang besar. Sehari rata-rata bisa mengantongi pendapatan Rp200 ribu sampai Rp500 ribu.

Tapi setelah datang pandemi Covid-19, pendapatan menurun drastis akibat beberapa hal. Misalnya, banyak pelanggan yang dirumahkan oleh perusahaan dan kemudian mereka pulang kampung, banyak pusat-pusat perbelanjaan yang tutup akibat kebijakan penerapan pembatasan kegiatan masyarakat, belum lagi akibat persaingan ketat dengan layanan ojek online.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI