Selama sepuluh tahun, ketika Uni Sovyet menduduki Afghanistan, beberapa presiden Amerika secara berulangkali menyatakan Pakistan tidak mengembangkan senjata nuklir. Pernyataan dan sertifikasi itu diperlukan di bawah hukum Amerika agar dapat tetap mengijinkan pemberian bantuan kepada pemerintah Afghanistan anti-komunis melalui Pakistan.
Namun pada 1990, hanya beberapa bulan setelah penarikan pasukan Uni Sovyet dari Afghanistan pada tahun 1989, AS menjatuhkan sanksi yang melumpuhkan Pakistan karena menyudahi pemberian seluruh bantuan pada negara itu, termasuk bantuan militer dan kemanusiaan.
Pakistan dituduh menjual teknologi senjata nuklir pada Korea Utara dengan imbalan rudal No-Dong yang mampu membawa hulu ledak nuklir.
Laporan Kajian Kongres pada 2003 menyatakan meskipun sulit untuk menunjukkan dengan tepat kerjasama nuklir Pakistan dan Korea Utara, kemungkinan hal itu dimulai pada pertengahan tahun 1990an.
Pahlawan Nasional
Di Pakistan, Abdul Qadeer Khan, disanjung sebagai pahlawan dan bapak bom nuklir. Partai-partai keagamaan yang radikal menyebutnya sebagai satu-satunya bapak bom nuklir Islam.
Setelah 2001, Khan disisihkan oleh presiden ketika itu, Jendral Pervez Musharraf, ketika rincian dugaan penjualan rahasia nuklir Khan menjadi sorotan luas. Khan mengecam keras Musharraf dan usahanya untuk menjauhkan negara dari kegiatannya. Ia juga berulangkali menyangkal terlibat dalam penjualan rahasia atau pertukaran teknologi senjata nuklir rahasia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Khan menutup diri dari publik.
Ungkapan rasa hormat disampaikan banyak ilmuwan dan politisi Pakistan tak lama setelah kabar kematiannya. Termasuk di antaranya adalah dari Perdana Menteri Imran Khan, yang mencuit di Twitter.
Associated Press mengutip seorang warga yang mengatakan Khan adalah “kebanggaan kami.” “Saya ingin mengatakan kematiannya adalah tragedi nasional. Hari ini setiap orang sangat sedih,” tambahnya. (Sumber: VOA Indonesia)
Baca Juga: Pakistan Diguncang Gempa Magnitudo 5,9, 20 Orang Tewas dan Ratusan Luka-luka