Meskipun pemerintah Irak kemudian menyetujui pemilu yang dipercepat, namun karena banyaknya korban tewas dan tindakan keras aparat terhadap gerakan protes, banyak aktivis yang kemudian menyerukan aksi boikot pemilu.
Banyak aktivis muda yang ambil bagian dalam protes 2019 juga menentang makin kuatnya pengaruh Iran dalam politik Irak, termasuk milisi bersenjata pro Iran yang menyaingi otoritas negara.
Banyak pemrotes menyalahkan milisi pro Iran, karena ikut mengambil bagian bersama pasukan keamanan dalam menekan aksi protes secara brutal.
Diperkirakan ini salah satu alasan, mengapa aliansi Fatah kehilangan banyak suara dalam pemilu. Di bawah undang-undang Irak, partai yang memenangkan suara mayoritas dapat memilih perdana menteri, namun belum jelas koalisi mana yang bisa mengamankan suara mayoritas.
Banyak pengamat menilai, perlu negosiasi panjang untuk mencapai konsensus dan membentuk koalisi pemerintahan. Parlemen baru juga akan memilih presiden baru Irak.