Suara.com - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama atas terdakwa Yahya Waloni, Selasa (23/11/2021). Agenda persidangan yakni pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Persidangan digelar secara daring. Yahya Waloni selaku terdakwa berada di Rumah Tahanan Mabes Polri tanpa didampingi oleh kuasa hukum. Sementara, majelis hakim dan JPU dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berada di dalam ruang persidangan.
Dalam sidang tersebut Yahya Waloni didakwa dengan sengaja menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan antarindividu dan kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
"Dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)," kata JPU.
Yahya Waloni didakwa dengan pasal alternatif, yakni Pasal 45 a ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara.
Yahya juga didakwa Pasal 156 a KUHP dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara. Ketiga, Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana maksima empat tahun penjara.
Dalam surat dakwaan disebutkan jika kasus bermula pada 21 Agustus 2019. Saat itu, Yahya Waloni selaku penceramah yang sudah dikenal di masyarakat umum diundang oleh DKM Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center Jakarta, Jalan Jenderal Sudirman Kav 29-31. Dia diundang untuk mengisi kegiatan ceramah dengan tema "Nikmatnya Islam."
Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 700 orang. Dalam kegiatan itu, Yahya Waloni dalam ceramahnya memuat materi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA.
Ceramah itu menyangkut kata-kata yang bermuatan kebencian terhadap umat Kristen. Padahal, selain didengar oleh jamaah masjid tersebut, ceramah itu juga ditayangkan secara langsung di akun media sosial yang dimiliki oleh masjid WTC, yaitu YouTube dan Facebook sehingga ditonton oleh khalayak ramai.
Baca Juga: Yahya Waloni Akhirnya Minta Maaf, Ini Pesan Pendeta Gilbert untuk Umat Kristen
Dalam surat dakwaan, disebutkan jika Yahya Waloni mengeluarkan kata-kata berupa "bible Kristen itu palsu" dan "kemudian ada ayat-ayat yang kosong, ada nomornya tapi tidak ada kalimat. Saya tulis nabinya tidak sempat menulis, lagi mudik ke Jombang, begitu. Ini harus dipertanggungjawabkan, pendeta jawab ini, kenapa ada ayat kosong, saya akan lihat ini, bukan saya yang ngomong ya."
Kemudian, Yahya Waloni mengeluarkan kata-kata: "Daripada ente di dalam lompat sana lompat sini sampe kemasukan 'grgrgr' kenapa? Kepenuhan roh kudis, eh, sori roh kudus, lapor lagi roh kudis, lapor Yahya Waloni bilang roh kudis" dan kalimat yang diduga menimbulkan perbencian SARA lainnya.
Terhadap pembacaan dakwaan oleh JPU, Yahya Waloni selaku terdakwa menyatakan mengerti akan isi surat dakwaan. Tidak hanya itu, Yahya Waloni menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
Batal Praperadilan
Sebelumnya, Yahya Waloni resmi mencabut gugatan praperadilan yang dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/9/2021). Hal itu disampaikan langsung oleh terdakwa yang hadir di ruang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan itu, Yahya Waloni menyampaikan jika masalah yang merundungnya bukan masalah berat. Masalah yang dia hadapi hanya berkaitan dengan etika dan moral.