Seperti yang dikatakan Kementerian Keuangan, aset negara yang ada di Jakarta, yang terdiri dari Gedung-gedung Kementerian atau Lembaga hingga Istana Negara, rencananya akan disewakan untuk membiayai mega proyek ibu kota.
"Aset yang di Jakarta itu kami optimalkan supaya bisa mendapatkan dana untuk pembangunan di Ibu kota baru," ujar Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Encep Sudarwan.
"Tidak selalu dijual, bisa juga kita kerja sama-kan dengan diberi waktu 30 tahun atau beberapa tahun, nanti uangnya digunakan di sana," tambahnya.
Ia menyebutkan, aset negara di Jakarta ada sekitar Rp 1.100 triliun.
Apakah semua orang menyambut baik rencana ini?
Yati Dahlia adalah warga yang sudah tinggal di Sepaku, Kalimantan Timur, sejak ia dilahirkan 31 tahun lalu.
Ia mengatakan warga Sepaku "tidak pernah dikonsultasikan" tentang rencana pembangunan yang akan terjadi hanya beberapa kilometer dari rumah mereka.
"Ini bukan hutan. Banyak penduduk asli yang tinggal di sini," katanya.
“Apakah mereka pikir kami hanya pohon di sini? Kami adalah manusia dan kami ingin dimanusiakan. [Pemerintah] harus membantu kami terlebih dahulu daripada memaksakan kehendak mereka.
"Mereka tidak pernah mendengarkan kita di sini."
Baca Juga: Ahok Disebut Punya Pengalaman Memimpin di Ibu Kota Negara, Pengamat: Tentu Ada Plus Minusnya
Pradarma Rumpang, aktivis lingkungan dan koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) di Kalimantan Timur mengatakan rencana relokasi akan semakin memperburuk kerusakan lingkungan yang ada di masyarakat, seperti kurangnya akses terhadap air.
“Bahkan dalam keadaan normal, krisis air bersih menjadi masalah bagi daerah-daerah tersebut,” ujarnya.
"Ini adalah masalah utama yang selalu ada. Apa yang akan terjadi ketika ada ledakan penduduk dalam waktu singkat?"
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia memproyeksikan populasi wilayah ibu kota baru akan tumbuh dari 100.000 menjadi 700.000 di tahun 2025, kemudian 1,5 juta pada tahun 2035.
Pradarma juga mempertanyakan pernyataan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, yang mengatakan ibu kota baru akan menciptakan lebih dari 1,3 juta pekerjaan.
Ia mengatakan ribuan rumah tangga "akan tercabut dari akar ekonominya" sebagai penggarap, pemburu, petani, karena pembangunan ibu kota baru.