Suara.com - Di tengah riuh festival air di Asia, dua nama mencuat dengan aura yang khas dan daya pikat budaya tinggi yakni Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, Riau, dan Festival Perahu Naga yang digelar di berbagai negara Asia seperti Tiongkok, Hong Kong, hingga Singapura.
Keduanya adalah pesta rakyat, keduanya berakar pada tradisi sungai, tapi ternyata menyimpan filosofi dan rasa spiritual yang sangat berbeda.
Apa yang membedakan? Dan mungkinkah ada kesamaan dalam hal aura, energi, atau spiritualitas yang mengikat antara manusia, air, dan perahu?
1. Akar Sejarah: Ritual vs Kompetisi
Pacu Jalur bukan sekadar lomba mendayung. Ia adalah bagian dari tradisi spiritual masyarakat Kuansing yang dulu digelar untuk memperingati hari besar Islam atau kegiatan adat. Perahu panjang (jalur) dibuat dengan ritual khusus dan dipercaya memiliki “nyawa”.
Sementara Festival Perahu Naga berakar dari legenda Qu Yuan di Tiongkok—seorang penyair yang bunuh diri karena kesedihan politik.
Warga mendayung perahu naga sebagai simbol pencarian dan penghormatan. Walau spiritual, perahu naga kini lebih condong menjadi olahraga dayung internasional, lengkap dengan standar kompetisi global.
2. Desain Perahu: Naga vs Naga Kuantan
Secara visual, perahu naga internasional selalu memiliki kepala dan ekor naga, berwarna mencolok, dan seragam.
Baca Juga: Mengenal Pacu Jalur: Pembuatan Perahu Penuh Ritual, Sarat Kearifan Lokal
Sementara jalur Kuansing lebih panjang (hingga 40 meter), dihiasi ukiran dan ornamen yang merepresentasikan identitas kelompok, bahkan terkadang dilengkapi simbol-simbol mistis yang dipercaya membawa kekuatan.
Beberapa “jalur” disebut memiliki kekuatan gaib, dan perawatannya melibatkan doa-doa dan sesajen khusus. Di sini letak aura Pacu Jalur terasa jauh lebih dalam.
3. Ritual dan Energi Tak Kasatmata
Pacu Jalur tak bisa dilepaskan dari “batin perahu”. Ada pawang jalur, ada doa sebelum berangkat, dan bahkan larangan-larangan adat yang harus ditaati agar perahu tidak “terjungkal” secara mistis.
Sedangkan di Festival Perahu Naga modern, unsur spiritual cenderung simbolik dan seremonial. Fokus utamanya kini adalah performa atletik, koordinasi tim, dan pencapaian waktu terbaik. Aura spiritual perlahan tergeser oleh aura kompetisi.
4. Penonton dan Spirit Kolektif