"Ironisnya Nyamuk Karunggu ditanya dengan beberapa pertanyaan yang sangat diskriminatif dan rasis 'kakak sudah minum mabuk atau belum?' Ayo kita minum mabuk kakak, mau cewek nggak, Kakak bisa bahasa indonesia nggak? Kakak rambutnya itu kenapa?" ungkap Kalvin.
Namun Nyamuk Karunggu kata Kalvin tak mau menjawab beberapa pertanyaan diatas. Kalvin mengatakan, rekannya Nyamuk Karunggu menyadari telah tangkap satuan kepolisia tanpa surat tugas dan bahkan mereka tak menunjukan surat penangkapannya.
"Lantas ada pelanggaran atas tidak hargai dan junjung tinggi hak Nyamuk Karunggu untuk melihat, membaca lalu memutuskan untuk menerima atau menolak surat penangkapan tersebut," papar Kalvin.
Selain itu pihaknya menyebut TNI/Polri masuk rana kampus dan rektor tak memberikan pernyataan bahwa konstitusi melarang TNI/Polri berada di ruang otonomi kampus atau ranah akademik.
Rektor dan pejabat kampus Unram kata Kalvin membiarkan Nyamun Karunggu secara sewenang - wenang dan terkesan bahwa Rektor mengizikan Nyamuk Karunggu ditangkap dari halaman kampusnya.
"Tentu kami menyadari bahwa universitas tak bisa membiarkan TNI/Polri menangkap mahasiswanya dengan alasan yang bersifat politis. Unram sedang mendorong dunia pendidikan yang anti kritis. Tak ada lagi pemikiran kritis ketika kampus menjdi basis pemikiran Militeristik, yang otoriter," tuturnya.
Kalvin melanjutkan bahwa Nyamuk Karunggu saat ini telah dibebaskan oleh Polda NTB pada 2 Februari 2022 pukul 01.00 WITA. Meski dibebaskan, barang-barang yang disita tak dikembalikan oleh Polda NTB seperti bendera bintang kejora 1, bendera AMP, noken Papua dan buku.
"Kawan Nyamuk Karunggu telah dibebaskan. Kembalikan barang-barang yang diambil oleh polda NTB di asrama kawan nyamuk tanpa syarat, berupa bendera bintang kejora 1, bendera AMP 1, noken papua 1, buku yang berjudul (mengapa kami sosialisme, marxisme, dokter revolusioner, hukum internasional baliho, 2 buah poster (yang satu bertulis TPNPB-OPM bukan teroris," kata Kalvin.
Lebih lanjut, AMP dan FRI -WP juga mengecam tindakan rasis kepada pelajar Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) Jember pada 26 Januari 2022 oleh seorang pengajar.
Baca Juga: Bentrok di Denpasar Melibatkan AMP Bali Dan Ormas PGN, Lempar Batu Tak Terhindarkan
"Sebelum di Lombok, kejadian rasisme terjadi di SMA Pakusari Kab Jember pada 26 Januari 2022 di dalam kelas oleh seorang pengajar. Korbannya adalah pelajar asal Papua yang sedang mezikuti program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM)," katanya.