Suara.com - Negara-negara kaya harus mengakhiri produksi minyak dan gas mereka pada 2034 untuk membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celsius, menurut sebuah laporan yang dirilis Selasa (22/3).
Analisis setebal 70 halaman dari Pusat Penelitian Tyndall Centre for Climate Change Research muncul saat hampir 200 negara memulai negosiasi dua minggu untuk memvalidasi penilaian penting tentang opsi untuk mengurangi polusi karbon dan mengekstraksi CO2 dari udara.
Tujuan menyeluruh, yang diabadikan dalam Perjanjian Paris 2015, adalah untuk membatasi pemanasan global "jauh di bawah" 2°C, dan 1,5°C jika memungkinkan.
Serangkaian penelitian sejak 2015 telah mengkonfirmasi, target yang lebih rendah sejauh ini merupakan ambang batas yang lebih aman.
Beberapa negara miskin hanya menghasilkan persentase kecil dari output global bahan bakar fosil. Tetapi sangat bergantung pada pendapatan itu, sehingga menghilangkan pendapatan ini dengan cepat dapat melemahkan stabilitas ekonomi atau politik mereka, kata laporan Tyndall Center.
Negara-negara seperti Sudan Selatan, Republik Kongo dan Gabon hanya memiliki pendapatan ekonomi kecil selain dari produksi minyak dan gas.
Sebaliknya, negara-negara kaya yang merupakan produsen utama minyak dan gas, akan tetap kaya bahkan jika pendapatan dari bahan bakar fosil dihilangkan.
Pendapatan minyak dan gas, misalnya, menyumbang delapan persen ke Produk Domestik Bruto (PDB) Amerika Serikat, tetapi tanpa pendapatan itu PDB per kapita AS masih sekitar USD 60.000 -- tertinggi kedua di dunia di antara negara-negara penghasil minyak dan gas, menurut laporan itu.
Negara kaya harus bantu negara miskin
Baca Juga: Itera Buka 2 Prodi Baru, Prodi Prodi Rekayasa Minyak dan Gas Pertama di Indonesia
"Kami menggunakan PDB per kapita yang tersisa setelah kami menghapus pendapatan dari minyak dan gas sebagai indikator kapasitas," kata penulis utama laporan itu, Kevin Anderson, profesor energi dan perubahan iklim di University of Manchester. Ada 88 negara di dunia yang memproduksi minyak dan gas.