Ada banyak diskusi yang memungkinkan perusahaan untuk menukar produk nikel bermutu rendah yang tidak memenuhi standar kualitas LME dengan bentuk yang lebih murni dari logam yang dipegang dalam persediaan negara untuk menyelesaikan klaimnya, demikian lapor Yicai.
Cina pun diperkirakan akan menahan sekitar 100.000 ton nikel cadangan negara. Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari Tsingshan atau pun dari pemerintah di Beijing.
Sebelumnya pada tahun 2018, Xiang juga pernah memengaruhi pasar ketika dia melepaskan volume besar feronikel (nikel berkadar rendah) yang dapat digunakan untuk membuat baja tahan karat.
"Xiang selalu percaya bahwa karena dia adalah salah satu pemain terbesar di dunia dengan biaya yang sangat rendah, dia bisa menjaga harga nikel di bawah jempolnya," kata seorang mantan karyawan Tsingshan yang enggan disebutkan namanya, dikutip dari kantor berita AFP.
"Dia selalu bertaruh pada harga nikel, karena biaya produksinya di Indonesia sama rendahnya dengan US$10.000 (Rp140 juta) per ton," lanjutnya.
Siapakah Xiang Guangda?
Xiang Guangda adalah taipan yang terkenal di antara para pedagang Nikel di Cina dengan julukan "Raja Nikel" dan "Big Shot".
Merintis karier sebagai mekanik di perusahaan perikanan negara, Xiang sekarang telah memiliki dua smelter nikel di Indonesia.
Salah satunya yang berada di taman industri Morowali yang membentang seluas 2.000 hektare dengan 44.000 pekerja dan bandara miliknya sendiri, serta dilihat sebagai jaminan pasokan bijih murah untuk Tsingshan.
Baca Juga: Bangun Industri Nikel di Halmahera, PP Presisi Klaim 34 Persen Pekerja Dari Warga Lokal
Tsingshan sekarang harus membayar utangnya atau membuktikan bahwa mereka dapat mengirim nikel yang cukup untuk membayar kembali.
"Kami sedang mengamati dengan cermat langkahnya selanjutnya karena itu bisa tetap mengguncang pasar," kata Li.
Biaya yang meningkat tersebut sudah dirasakan oleh pembuat kendaraan listrik termasuk Tesla dan 20 pesaing lainnya di Cina seperti Xpeng dan BYD, yang telah menaikkan semua harga kendaraan selama dua minggu yang lalu dengan alasan kenaikan harga bahan mentah.
"Harga dan gangguan telah mendorong produsen utama baterai untuk mencari alternatif logam sebagai sumber energi kendaraan," kata analis Zou.
Sebelumnya pada 14 Maret, Tsingshan mengatakan bahwa telah mencapai kesepakatan dengan bank untuk mempertahankan posisi nikel perusahaan, menandakan bahwa Xiang sedang berusaha untuk keluar dari krisis.
Langkah ini dinilai bisa membuat harga nikel semakin tidak pasti dan membuat para produsen baterai mobil listrik makin kesulitan. rap/hp (AFP, AP)