Namun, pengetahuan yang dihimpun dari berbagai penelitian lanjutan, boleh jadi di masa depan akan berfungsi sebaliknya, yakni membantu reaktivasi sel virus laten dalam tubuh, yang dapat dikenali oleh sistem kekebalan tubuh dan segera dieliminasi.
Dölken mengatakan; sebelum melakukan transplantasi organ tubuh, sangat bagus jika dapat menon-aktifkan sel yang terinfeksi virus herpes.
Penelitian pakar virologi dari Würzburg itu juga dapat memberikan kontribusi untuk solusi masalah lainnya, yakni Long-COVID. Karena virus herpes sangat sering melakukan reaktivasi diri dan ikut menyerang sistem imunitas yang sedang lemah, para ilmuwan punya kecurigaan virusnya ikut terlibat dalam beragam gejala penyakit pada Long-COVID.
"Salah satu dugaan paling kuat akibat infeksi corona, reaktiviasi virus herpes terpicu, dan menyebabkan kerusakan sekunder,” pungkas Dölken. Hingga kini para peneliti masih lebih banyak mengajukan pertanyaan ketimbang mendapat jawaban.
Namun, paling tidak sudah ada beberapa terduga utama dan salah satunya virus herpes HHV6. (as/vlz)
