Suara.com - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto menilai bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak seharusnya curhat dan mengeluh soal manuver pemerintah untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) relatif berat di tengah harga minyak mentah dunia yang masih tertahan tinggi hingga pertengahan tahun ini.
Menurut Mulyanto curhatan Jokowi tak diperlukan, lantaran memang hal tersebut sudah menjadi kewajiban negara.
Ia mengatakan, sesuai dengan amanat Pembukaan UUD tahun 1945, tujuan negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum.
Menurutnya, memang negara hadir menjadi buffer shock atau shock breaker, yakni bantalan bagi masyarakat dari turbulensi ekonomi global. Sehingga kejutan ekonomi yang menghantam dari luar dapat diredam agar tidak membuat masyarakat menjadi susah.
Terkait lonjakan harga BBM, akibat Perang Rusia-Ukraina, menurut Mulyanto, seluruh negara-negara di dunia potensial menerima akibat turbulenesi harga minyak global yang sama.
"Akan tetapi ada perbedaan substansial terhadap harga BBM di antara negara-negara tersebut. Secara umum bergantung pada daya beli masyarakat," kata Mulyanto kepada wartawan, Kamis (26/5/2022).
Ia mengatakan, negara kaya memiliki harga BBM yang lebih tinggi dibandingkan negara yang lebih miskin. Negara yang memproduksi dan mengekspor minyak, menjual minyak dengan harga rendah secara domestik.
Perbedaan harga minyak di masing-masing negara, tergantung pada variasi besaran pajak dan subsidi domestik untuk komoditas ini. Tergantung bagaimana sikap pemerintah masing-masing terkait dengan kebijakan pajak dan subsidi.
"Ambil contoh negara serumpun seperti Brunei dan Malaysia menjual BBM dengan harga yang jauh lebih murah dibanding Indonesia. Harga bensin dengan RON 90 di Brunei sebesar Rp. 3.800,- per liter. Sementara harga bensin dengan RON 95 di Malaysia dijual sebesar Rp. 6.900 per liter. Di kita bensin Pertalite (RON 90) dijual dengan harga Rp. 7.650,- per liter," ungkapnya.
Mulyanto menambahkan, fakta lain lonjakan harga migas dunia ternyata diikuti dengan kenaikan harga SDA yang menjadi andalan ekspor Indonesia seperti batubara, gas alam, CPO, tembaga, nikel, dan lain-lain.