Suara.com - Kicauan burung dan semilirnya tiupan angin selalu menyapa Desa Tapong, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) di pagi hari. Belantara hutan dengan rimbanya pepohonan membuat suasana selalu terasa alami. Belum lagi suara riuk aliran sungai yang tampias ke batu-batu di lereng Gunung Samara.
Namun di balik indahnya tanah Desa Tapong, terdapat satu kisah yang menyayat hati, tetapi memiliki nilai perjuangan di sisi lainnya. Adalah Yuddin dan Nursabbi, dua bersaudara yang kisahnya banyak diperbincangkan di media sosial belakangan ini.
Di usia yang masih belia, dua siswa SD Inpres 5/81 Tapong itu sudah harus merasakan peluhnya perjuangan layaknya orang dewasa. Betapa tidak, pada pagi pukul 03.00 WITA sebelum menuju sekolah, Yuddin dan Nursabbi harus menyiapkan parang untuk di bawa. Bukan tanpa alasan, keduanya hanya berjaga-jaga jika bertemu hewan buas di jalan yang mereka lewati.
Ya, jalan menuju ke SD Inpres 5/81 Tapong dari kediaman Yuddin dan Nursabbi memang sangat terjal dan tak ramah. Infrastruktur jalan ke dusun yang ditempati memang sering menjadi kendala karena rimbunnya hutan belantara. Sebab itu akses jalan menuju dusun tersebut belum bisa dilalui kendaraan.
Belum lagi jauhnya jarak yang Yuddin dan Nursabbi lalui untuk menuju sekolah. Mereka harus menempuh hutan belantara, perbukitan, dan enam anak sungai yang berjarak 7 kilometer. Yuddin yang baru kelas 5 dan Nursabbi yang satu tingkat di bawahnya seakan punya tenaga lebih setiap hari.
Sebelumnya mereka sering berangkat ke sekolah berempat, bersama dua orang kakaknya. Namun karena kedua kakaknya ini sudah tamat sekolahnya, keduanya kini berangkat dan pulang sekolah hanya berdua saja.
Perjuangan tersebut bukan tanpa alasan. Yuddin memang punya semangat belajar tinggi untuk meraih cita-citanya sebagai polisi suatu hari nanti. Sementara sang adik, Nursaddi, punya misi mulia menjadi seorang guru suatu hari nanti. Untuk mewujudkan mimpi besarnya tersebut, keduanya rela tertatih-tatih dan bahkan mempertaruhkan nyawa.
Perjuangan belajar Yuddin dan Nursabbi akhirnya menarik banyak simpati dari berbagai golongan masyarakat, salah satunya kalangan emak-emak. Ratusan emak-emak yang tergabung dalam Mak Ganjar Sulsel bergerak membantu dua pejuang kecil itu. Para emak-emak juga sekaligus menggelar bakti sosial (baksos) di Desa Tapong.
Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Mak Ganjar, Nining mengungkapkan pihaknya menggelar baksos ini untuk menebar manfaat, terlebih setelah mendengar kisah Yuddin dan Nursabbi. Lewat baksos ini, kata Nining, pihaknya ingin membantu dua anak SD itu dan masyarakat setempat.
Baca Juga: Elon Musk Batal Beli Twitter
Nining menjelaskan, baksos Mak Ganjar di Desa Tapong juga terinsipirasi dari sikap kepedulian Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, khususnya kepada perempuan dan anak-anak. Sebab itu, Mak Ganjar Sulsel bergerak cepat membantu Yuddin dan Nursabbi.
"Kami terinsipirasi dengan pemimpin kita (Ganjar) yang punya kepedulian pada perempuan dan anak. Ya, anak-anak itu kan aset untuk masa depan," ungkap Nining di balai desa setempat.
Nining menjelaskan, Mak Ganjar Sulsel memberikan bantuan berupa perlengkapan sekolah untuk Yuddin dan Nursabbi. Selain itu, emak-emak juga memberikan bantuan serupa ke dua saudara Yuddin dan Nursabbi yang masih sekolah.
"Diberikan bantuan berupa perlengkapan sekolah untuk Yuddin dan Nursabbi, dan dua saudaranya yang masih sekolah. Satu saudara Yuddin tidak datang, tapi tetap dikasih bantuan serupa mengingat mereka 4 bersaudara dan masih sekolah semua," kata Nining.
Mak Ganjar Sulsel juga menyiapkan rumah singgah untuk Yuddin dan Nursabbi maupun bocah lain yang mengalami nasib serupa. Kehadiran rumah singgah diharapkan membuat anak-anak usia sekolah yang berdomisili jauh dari sekolah memiliki tempat untuk tinggal di dekat sekolahnya.
"Kami datang ke sini untuk membuka rumah singgah bagi anak-anak kita yang tinggal jauh dari sekolah. Kami buka rumah singgah ini dengan bekerja sama dengan pemerintah setempat," kata Nining.