Dalam pemilihan umum tahun 1999, partai tersebut hanya memperoleh 0,36 persen suara. Akibat performa yang kurang baik, pada tahun 2002 partai ini berganti nama menjadi Partai Marhaenisme dengan posisi ketua umum dijabat oleh Sukmawati.
Sementara itu dalam pemilihan umum 2004, partai ini hanya mampu mengamankan satu kursi pemerintah setelah memperoleh 0,81 persen suara. Terakhir pada pemilihan umum 2009, partai ini kehilangan kursi di pemerintah usai memperoleh 0,3 persen suara.
Setelahnya pada 2011, Sukmawati memilih rehat dari dunia politik dengan meluncurkan buku berjudul "Creeping Coup D'Tat Mayjen Suharto". Buku tersebut berisi kisah hidup Sukmawati sejak dilahirkan di Istana Merdeka hingga kesaksian sejarahnya terkait kudeta yang dialami Soekarno pada tahun 1965-1967.
Menurut Sukmawati, ketika itu Pangkostrad Mayjen Soeharto serta anggota militer lainnya memakai Surat Perintah 11 Maret 1966 untuk menggulingkan Presiden Soekarno dan mengantarkannya menjadi presiden. Dalam pengakuannya, Sukmawati tidak akan memaafkan Soeharto karena telah melakukan pelanggaran HAM pasca peristiwa 1965.
Kehidupan Pribadi
Sukmawati menikah dengan Putra Mahkota Kadipaten Mangkunegaran yakni Pangeran Sujiwa Kusuma atau mendiang Kanjeng Gusti Pangeran Adhipati Aria (KGPAA) Mangkunegara IX. Namun keduanya bercerai setelah beberapa tahun berumah tangga. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua anak yakni GPH Paundrakarna Sukma Putra dan GRA Putri Agung Suniwati (Menur).
Kemudian Sukmawati menikah dengan Muhammad Hilmy bin Al Haddad. Dari pernikahan ini Sukmawati dikaruniai seorang anak bernama Muhammad Putra Perwira Utama. Namun setelah Muhammad Hilmy meninggal pada 2018 lalu, Sukmawati tidak banyak tampil di publik.
Pada 26 Oktober 2021, Sukmawati menjalani ritual pindah agama dari Islam ke Hindu. Ia mengikuti agama neneknya, Ida Ayu Nyoman Rai di Bali.
Kontroversi
Sukmawati membacakan puisi buatannya berjudul "Ibu Indonesia" dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018. Namun puisi tersebut mengundang kontroversi dan dinilai mengandung unsur penistaan agama.