Ketiga, jika memang RSS dianggap bermasalah karena rekam jejaknya, terutama dalam memperlakukan minoritas, justru R20 merupakan forum yang tepat untuk membicarakan itu.
“Selama ini, [jika] tidak senang dan tidak setuju, hanya koar-koar dari jauh. Forum ini memang mengundang tokoh-tokoh agama untuk membicarakan isu sensitif itu,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama itu.
Luka-luka sejarah yang terjadi di masa lalu dibicarakan secara jujur guna membangun rekonsiliasi. R20 memang digelar salah satunya untuk membicarakan hal itu. “Kita ingin agama menjadi bagian dari solusi dalam peradaban. Selama ini, agama justru jadi masalah seperti di India. Kalau mau mencari solusi, diajak bicara pemimpinnya,” ujar pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.
Karena itu, agenda pembahasan dalam forum R20 ditujukan untuk mencari solusi bersama, yakni: Kepedihan Sejarah, Pengungkapan Kebenaran, Rekonsiliasi, dan Pengampunan; Mengidentifikasi dan Merangkul Nilai-nilai Mulia yang Bersumber dari Agama dan Peradaban Besar Dunia; Rekontekstualisasi Ajaran Agama yang Usang dan Bermasalah; Mengidentifikasi Nilai-nilai yang Dibutuhkan untuk Mengembangkan dan Menjamin Koeksistensi Damai; serta Ekologi Spiritual.
“Setelah membicarakan luka masa lalu, apa yang akan disumbangkan agama? Termasuk dari India, dari RSS, apa sumbangannya? Kita membangun bersama, apa yang ingin dibangun, apa kontribusinya? Apakah merawat luka masa lalu itu akan diteruskan?” kata Najib.
Mengatasi Ancaman terhadap Umat Islam
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa pihaknya memang tengah membangun dialog dengan Pemerintah India dan RSS. Dialog ini dibangun guna mendorong proses keterlibatan yang konstruktif dalam mengatasi ancaman terhadap umat Islam dan kaum minoritas di negara tersebut.
“Nahdlatul Ulama menyadari adanya berbagai pelanggaran dan ancaman terhadap umat Muslim, Kristen, dan populasi minoritas lain di India. Diskusi Nahdlatul Ulama yang sedang berlangsung dengan Pemerintah India dan RSS dimaksudkan untuk mengatasi berbagai pelanggaran dan ancaman tersebut melalui proses keterlibatan yang konstruktif,” tutur Gus Yahya dalam keterangan pers, Jumat (23/9/2022).
NU meyakini bahwa satu-satunya cara untuk mengatasi kepedihan sejarah yang mengakar dan mempromosikan hidup berdampingan secara damai adalah dengan merangkul semua pihak untuk menolak terlibat dalam sentimen kebencian dan permusuhan.
Baca Juga: Blak-blakan! Ngaku Pernah Jadi Presiden RI Sementara, Gus Yahya: Serius Nggak Enak
“Nahdlatul Ulama mendorong setiap orang yang beriktikad baik, dari setiap agama dan bangsa, untuk menolak penggunaan identitas sebagai senjata politik dan ikut serta mendorong solidaritas dan rasa hormat di tengah keberagaman masyarakat, budaya, dan bangsa di dunia,” kata Gus Yahya.