Suara.com - Aksi unjuk rasa menolak jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di depan Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat memanas. Massa aksi yang berasal dari berbagai komunitas ojek online (ojol) mengancam akan mendobrak masuk ke dalam gedung.
Salah satu orator dari massa aksi meminta agar Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi untuk segera keluar menemui para ojol. Mereka ingin mengetahui bagaimana sikap Prasetio atas rancangan aturan ini.
"Kami minta Ketua DPRD DKI segera temui kami. Turun temui rakyat!" ujar orator, Rabu (25/1/2023).
Diketahui, sebenarnya DPRD DKI melalui Ketua Komisi B DPRD DKI Ismail sudah sempat menemui para ojol. Ia bahkan meminta perwakilan massa aksi mengikuti rapat kerja membahas soal Raperda PL2SE di ruangannya.
Namun, massa aksi menolak dan kembali meminta Ketua DPRD DKI untuk turun menemui para ojol.
"Kita kasih waktu sampai jam 16.00 WIB, kalau nggak juga kita dobrak," ucapnya.
Sejumlah massa aksi terlihat sudah memenuhi bagian pagar gedung DPRD. Mereka bahkan beberapa kali menggoyang-goyangkan pagar.
Petugas keamanan juga langsung bersiaga di depan pagar untuk mengantisipasi kerusuhan.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan soal penerapan aturan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP). Ia menyebut nantinya regulasi ini juga berlaku bagi pengguna kendaraan sepeda motor roda dua.
Baca Juga: Fakta ERP Jalan Berbayar Jakarta, Ternyata Segini Tarif untuk Sekali Melintas
Ia menyebut tidak ada pengecualian yang diberikan kepada kendaraan roda dua seperti saat menerapkan aturan ganjil genap atau three in one.
"Di dalam usulan kami roda dua (termasuk kendaraan yang dikenakan tarif) kecuali sepeda," ujar Syafrin di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (16/1/2023).
Sementara, untuk ojek online (ojol) disebutnya juga dikenakan aturan ini. Sebab, ojol dalam Undang-undang tidak tergolong dalam angkutan umum yang mendapatkan plat kendaraan warna kuning.
Ojol sampai saat ini masih menggunakan plat warna hitam yang berarti masih tergolong sebagai kendaraan pribadi.
"Untuk regulasinya, sesuai dengan undang-undang, untuk pengecualiannya tentunya adalah angkutan umum yang pelat kuning," pungkasnya.
Sementara, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut proses ERP di Jakarta masih cukup panjang. Setidaknya ada tujuh tahapan yang harus dilalui sebelum akhirnya kebijakan ini dijalankan.