Ramai-Ramai Biayai Energi Kotor
Menjalankan PLTU Indramayu tak cukup dengan bahan batubara maupun biomassa. Upaya lain yang juga penting yakni pembiayaan untuk menunjang proses pembangunan hingga aktivasi sampai dapat mengaliri energi listrik ke rumah-rumah. Pada PLTU Indramayu, tiga unit pertama berkapasitas 3 x 330 MW disuntik melalui pinjaman Amerika Serikat dan China Development Bank.
Kajian Responsibank terkait pembiayaan PLTU di Indonesia mengungkap bahwa pembangunan PLTU Indramayu dilakukan oleh perusahaan China yakni China National Electric Engineering Company (CNEEC) dan China National Machinery Industry Corporation (Sinomach). Dalam laman resmi Sinomach yang dipublikasi pada 21 Oktober 2011 lalu. Sinomach menyampaikan bahwa pembangkit di Indramayu merupakan proyek Engineering Procurement Construction (EPC) yang dikontrak oleh CNEEC dengan total kontrak sebesar USD 860 juta.
”Proyek tersebut merupakan yang terbesar dalam hal total kapasitas terpasang paket proyek pembangkit listrik yang disetujui oleh pemerintah Indonesia,” tulis Sinomach.
Pendanaan tersebut juga tak lepas dari perbankan. Peneliti Responsibank, Dwi Rahayu Ningrum, menyatakan ada 10 kreditur utama pembiayaan PLTU Indramayu, yang terbesar yakni Bank Rakyat indonesia dengan pinjaman 9.633 juta dolar Amerika dan Bank Mandiri sebesar 4.031 juta dollar Amerika. ”Padahal dalam beberapa forum BRI dan Mandiri punya komitmen pembiayaan energi bersih. Meskipun kami tidak menemukan dari laporan terkait komitmen tertulis mereka,” kata Dwi, Senin, 6 Februari 2023.
Dalam kajian lebih lanjut, kata Dwi, ternyata bank-bank di Indonesia, termasuk BRI dan Mandiri dalam kurun waktu 2016-2022 pembiayaan untuk energi bersih masih kecil. Kondisi itu, menurut Dwi, sulit untuk mewujudkan komitmen pemerintah menurunkan emisi 29 persen pada 2030. ”Padahal dibutuhkan akselerasi. Perbankan punya krusial agar target tersebut tercapai. Harusnya ada progres (pembiayaan) untuk mencapai target tersebut,” ungkapnya.
Dari hal itu, perempuan yang bekerja di Prakarsa ini menekankan peran perbankan untuk melakukan monitoring dalam memberikan memberikan pinjaman terhadap PLTU. Ketika dirasa menimbulkan masalah lingkungan, sosial, dan perekonomian warga terdampak sulit tumbuh, maka pihak bank harus evaluasi pembiayaan yang diberikan. ” Dengan dampak lingkungan sosial di Indramayu harusnya ada langkah managing emisinya agar tidak melebihi batas emisi karbon dioksida,” ujarnya.
Senada dengan Dwi, Perkumpulan Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia menemukan praktik perbankan belum memprioritaskan pembiayaan terhadap energi bersih. Dalam kajian keuangan berkelanjutan TuK Indonesia bersama dengan Universitas Trisakti meriset laporan tahunan, berkelanjutan, dan laporan keuangan perbankan lainnya kurun waktu 2019-2022 dengan merujuk pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
Baca Juga: Hetero For Startup Season 3, Ganjar Pranowo Tak Menyangka Bisa Seluas Ini Jangkauannya
Hasilnya, TuK menemukan bahwa pengungkapan kegatan usaha berkelanjutan kurun waktu tiga tahun sebesar 65.054 triliun. ”Dari itu pengungkapan laporan pembiayaan aspek lingkungan paling rendah berdasarkan laporan tahunan,” ujar peneliti TuK, Linda Rosalinda saat memaparkan hasil temuannya pada Rabu, 8 Februari 2023.