Di dalam bangunan itu tampak kosong dan sumpek. Di sisi kiri didapati sebuah kotak dengan ukuran sekitar 15 centimeter. Lalu juga terdapat sebuah terpal dan tikar berwarna oranye yang dilipat dan ditumpuk.
Ruangan itu sangat lembab dan gelap. Tak ada ventilasi untuk sirkulasi udara maupun lentera sebagai penerang.
Kini ruang ritual yang diduga tempat penggandaan uang itu sudah dikunci dan disegel polisi. Sehingga orang lain dilarang memasuki ruangan tersebut.
Seneh mengakui, suaminya telah ditangkap. Ia mengaku sudah tidak pernah berkomunikasi selama setahun terakhir. Tak heran ia merasa ditelantarkan.
"Sudah satu tahun malah saya ditelantarkan," ujar dia.
Ekspresi Seneh saat itu sulit dijelaskan. Pasalnya, ia sebelumnya sudah merasa sakit hati lantaran sikap Slamet kepadanya.
“Setahun terakhir jarang pulang ke rumah, sejak kenal sama orang Pagentan itu. Saya tidak tahu kos-kosannya di mana,” ungkapnya.

Seneh tidak tahu pekerjaan suaminya selama ini. Yang ia tahu Slamet sering pergi ke luar daerah.
Selama 25 tahun menikah, ia tak menyangka dan kaget ketika mengetahui suaminya adalah pembunuh berdarah dingin. Meski begitu, ia merasa lega lantaran Slamet sudah ditangkap.
Baca Juga: Kronologi 2 Pasutri Asal Pesawaran Mengenal Mbah Slamet Si Dukun Pengganda Uang
“Saya kaget karena waktu kejadian saya gak tahu. Ada tamu yang telah dipateni (dibunuh) kan ggak dibawa ke rumah ini, saya enggak tahu,” tuturnya.
Jasad Tanpa Identitas
Rasa gundah mulai mengaduk-aduk perasaannya setelah membaca pesan WhatsApp masuk di ponselnya pada 00.37 malam. Pesan itu diterima SL, seorang pemuda, dari ayahnya berinisial PO.
"Ini lagi di rumah pak Slamet, buat jaga-jaga kalau umur ayah pendek. Misal ayah gak ada kabar sampai hari Minggu, langsung aja ke sini sama aparat. Glydas tahu kok rumahnya," pesan PO kepada anaknya.
"Dih si Ayah suka bikin orang kepikiran atuh, ayah mah hayoh weh pergi teh malah gitu bikin orang kepikiran," balas SL kepada PO.
Pesan itu tak lagi mendapat balasan hingga waktu imsya’, waktu sahur hampir berakhir.