Suara.com - Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa telah mendapatkan tuntutan hukuman mati atas kasus peredaran narkoba. Saat membacakan pleidoi, Teddy pun blak-blakan menyatakan dirinya merupakan korban dalam kasus tersebut.
Ia juga menjelaskan alasan dirinya bisa mendapatkan julukan ‘polisi terkaya’, berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2022. Ia menegaskan bahwa dirinya sama sekali tidak menjual sabu.
Bahkan, Teddy frontal bertanya langsung kepada hakim buat apa dirinya menjual sabu hanya demi uang Rp 300 juta. Hal itu disampaikan dalam nota pembelaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Berdasarkan pengakuannya, Teddy buka-bukaan terkait kondisi ekonominya adalah cukup. Dengan kata lain, ia tidak lebih dan juga tidak kurang, serta bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Tertib lapor LHKPN, bantah jual sabu
Teddy merasa dirinya telah di-framing oleh media sehingga status 'polisi terkaya' versi LHKPN 2022 melekat ke dirinya. Namun, ia menjelaskan bahwa harta kekayaan yang dimilikinya sama sekali bukan bersumber dari hasil jual beli narkoba.
Teddy juga menilai bahwa LHKPN yang dilaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi bukti dirinya taat aturan. Selama menjadi polisi, ia selalu tertib administrasi dan melaporkan LHKPN setiap tahun.
Jenderal bintang dua ini pun melontarkan pertanyaan berani ke hakim, buat apa menjual sabu hanya demi uang Rp 300 juta. Pasalnya, ia merasa sudah membangun kariernya dengan penuh perjuangan hingga bisa menjabat sebagai Kapolda.
Karena itu, Teddy menilai tidak masuk akal jika dirinya menghancurkan karier sebagai petinggi Polri dengan terlibat kasus peredaran narkoba.
Baca Juga: Isi Pleidoi Teddy Minahasa: Tak Merasa Bersalah dan 'Playing Victim'?
“Mohon maaf, saya bukan mengutarakan suatu kesombongan. Namun untuk apa saya harus melakukan penyimpangan hukum seperti (kasus peredaran narkoba) hanya demi uang Rp 300 juta?" tanya Teddy.