Suara.com - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan kejahatan kemanusian yang tak memandang status sosial, usia gender dan lain sebagainya. Bahkan TPPO juga dikategorikan sebagai Transnational Organized Crime (TOC).
Demikian diutarakan Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif ASEAN Studies Center Universitas Gajah Mada (ASC UGM), Dafri Agussalim dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada Senin 15 Mei 2023.
"Saya fokus soroti isu TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) karena menurut saya isu ini sangat strategis, relevan dan timely," kata Dafri dalam diskusi bertema "Deklarasi ASEAN Melindungi Pekerja Migran" itu.
TPPO, menurutnya, terjadi di hampir seluruh dunia. Namun dalam konteks ASEAN, isu ini menjadi menarik dan penting untuk disorot, terutama karena banyak warga negara Indonesia selaku pekerja migran menjadi korban TPPO ini.
Yang menariknya lagi, Dafri menjelaskan, publik jarang dan hampir tidak pernah mendengar kabar orang Kamboja atau warga negara lainnya menjadi korban TPPO di Indonesia.
KTT ASEAN Bawa Harapan
"Kita mendengar statemen dari Pak Presiden di KTT ASEAN di Labuan Bajo, salah satunya bicara tentang perlunya perlindungan terhadap migran worker dan pencegahan terhadap TPPO ini," ungkapnya.
Dafri mengatakan hal tersebut sudah tepat. Kita perlu apresiasi. Tapi perlu dipahami bahwa ini adalah deklarasi, jadi belum mengikat secara hukum. Itu baru komitmen dan bukan merupakan hal yang satu-satunya. Sebab pada 2027, perlindungan terhadap migran worker itu sudah dikumandangkan di KTT Cebu, Filipina.
Maka dalam konteks tersebut, Dafri mendorong pemerintah Indonesia agar lebih aktif menerjemahkan isi deklarasi KTT ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, salah satunya soal perlindungan terhadap tenaga kerja migran ke dalam bentuk instrumen regional, yang dapat mencegah dan mengatasi isu TPPO ini.
Baca Juga: Menteri BUMN Kunjungi UMKM Binaan Telkom di SMEs Hub KTT ke-42 ASEAN
Mudah Beradaptasi dan Melibatkan Intermediary Actors