Menkes Budi Gunadi menanggapi keputusan dihapusnya anggaran wajib (mandatory spending) dalam UU Kesehatan. Menurut dia, ketentuan besarnya mandatory spending tidak menentukan kualitas dari keluaran (outcome) atau hasil yang dicapai. Sebagai informasi, mandatory spending merupakan pengeluaran negara yang sudah diatur dalam UU.
"Jangan kita meniru kesalahan yang sudah dilakukan banyak negara lain yang buang uang terlampau banyak," kata Budi usai menghadiri rapat paripurna pengesahan UU Kesehatan pada Selasa (11/7/2023).
Hilangnya mandatory spending dalam UU Kesehatan memang disoroti oleh banyak pihak. Salah satunya Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) yang menyebut penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD menjadi ketentuan yang bermasalah.
Begitu juga Founder dan CEO CISDI Diah Satyani Saminarsih yang menyebut bahwa realita di lapangan memprihatinkan. Hal itu lantaran prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran.
4. Nakes Ancam Mogok Kerja
Sementara itu massa tenaga kesehatan (nakes) mengancam akan mogok kerja terkait pengesahan RUU Kesehatan oleh DPR. Massa nakes itu tergabung dalam organisasi profesi IDI, PPNI, IBI, IAI dan PDGI.
Walau begitu mekanisme mogok kerja nasional itu tetap memperhatikan posisi vital di rumah sakit. Aksi mogok kerja itu hanya dilakukan untuk bagian-bagian tertentu.
"Kami sudah sepakati mogok kerja kecuali di tempat-tempat critical seperti ICU, gawat darurat, kamar bedah, untuk anak-anak yang emergency, itu tidak kita lakukan," ungkap Arif Fadilah selaku ketua DPP PPNI di depan gedung MPR/DPR Jakarta.
"Tapi yang umum, yang efektif, yang bisa kita rencanakan, yang pilihan itu bisa dilakukan," tambahnya.
Baca Juga: Menkes Tanggapi Rencana Aksi Mogok Kerja Para Tenaga Medis: Kita Belum Tentu Selalu Sama
Kontributor : Trias Rohmadoni