"Tapi karena itu proses itu sudah lama sudah belasan tahun di situ, tiba-tiba harus pergi meskipun menurut hukum kan tidak boleh karena itu ada haknya orang. Kecuali lewat dalam waktu tertentu lebih dari 20 tahun," imbuhnya.
6 Warga Ditangkap
Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil sebelum mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan aparat gabungan terhadap warga Pulau Rempang yang menolak direlokasi. Berdasar data yang mereka milik, ada sekitar enam warga yang ditangkap. Selain itu puluhan orang luka, beberapa anak mengalami trauma, dan satu anak mengalami luka akibat gas air mata.
Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi menyebut pembangunan Rempang Eco City sejak awal perencanannya tidak partisipatif sekaligus abai pada suara masyarakat adat 16 Kampung Melayu Tua di Pulau Rempang yang sudah eksis sejak 1834. Sehingga menurutnya wajar jika kekinian masyarakat menolak direlokasi.

”Atas dasar tersebut, kami Masyarakat Sipil di Riau, Masyarakat Sipil Nasional, dan 28 Kantor Eksekutif Daerah WALHI meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program ini. Program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah, dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua di Rempang,” ujar Zenzi.
Zenzi juga meminta BP Batam, Kapolda Kepulauan Riau, Kapolresta Barelang dan Komandan Panglima TNI AL Batam bertanggung jawab atas bentrokan yang terjadi.
"Tindakan aparat Kepolisian, BP Batam dan TNI yang memaksa masuk ke wilayah masyarakat adat Pulau Rempang, adalah pengabaian terhadap amanah konstitusi dan pelanggaran HAM secara nyata. Oleh karena itu Presiden harus memerintahkan kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk segera mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolres Barelang dan Komandan Pangkalan TNI AL Batam karena telah melanggar konstitusi dan HAM," tegasnya.