Ironi PLTU Co-Firing, Petaka Masyarakat Pelabuhan Ratu

Erick Tanjung Suara.Com
Selasa, 12 September 2023 | 12:26 WIB
Ironi PLTU Co-Firing, Petaka Masyarakat Pelabuhan Ratu
Aktivitas bongkar batu bara untuk PLTU Pelabuhan Ratu (30/4/2023). [Foto Somad]

Masalah lainnya, panen bersamaan hutan kaliandra akan memperburuk kondisi hutan Sukabumi. Sebabnya, tidak sedikit kawasan hutan sukabumi gundul akibat penebangan kayu ilegal, penambangan emas. Emisi karbon yang dikeluarkan di hutan Sukabumi, kata Fazri tak terhindarkan. ”Dari itu kami berupaya untuk menanami kembali lahan gundul agar ekologi dan kanopi hutan terbentuk,” katanya.

Tumpahan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu di Pantai Batu Bintang, Sukabumi (30/4/2023). [Foto: Somad]
Tumpahan batu bara PLTU Pelabuhan Ratu di Pantai Batu Bintang, Sukabumi (30/4/2023). [Foto: Somad]

Bagi masyarakat Waluran. Dibandingkan menanam kaliandra untuk penanaman biomassa, Fazri mengaku warganya lebih membutuhkan tanaman berbuah. LMDH berharap Perhutani dapat memberikan lahannya untuk tanaman berbuah. Dari itu, kondisi masyarakat di area hutan dapat memanfaatkan lahan perhutani untuk pemberdayaan sosial. ” Ketika penanaman biomassa tidak rasional akan membunuh wilayah kehutanan, kami melakukan penolakan. Sebab hutan kami harus lestari, hutan ini harapan jutaan jiwa,” ungkap Fazri.

Hasil riset yang dirilis Trend Asia terkait PLTU Co-firing menunjukkan pemanfaatan kaliandra sebagai bahan bakar co-firing pada PLTU dengan kadar 10 persen di 107 unit termasuk PLTU Pelabuhan Ratu berpotensi menghasilkan setidaknya 13,22 juta ton karbon dioksida per tahun.

Sementara ketika menggunakan pelet kayu dari pohon gamal, maka dapat menghasilkan emisi total sebesar 26,68 juta ton karbondioksida, dan eukaliptus sebesar 12 juta ton karbon dioksida.

Dalam perhitungan yang dilakukan Trend Asia ketika pemanfaatan kayu akasia sebesar 2.758.799 hektar untuk pemanfaatan biomassa maka ada potensi deforestasinya mencapai 1 juta hektar. Begitu juga dengan kayu kaliandra dengan luasan yang sama berpotensi menghasilkan deforestasi seluas 755 ribu hektar, gamal 2 juta hektar, dan eukaliptus 1 juta hektar

Dikonfirmasi akan hal itu, Perhutani belum memberikan jawaban. Suara.com telah melayangkan permohonan wawancara melalui Whatsapp, telepon, hingga berkirim surat. Namun hingga tulisan ini tayang, Perhutani KPH Sukabumi tak memberikan jawaban. 

Menindaklanjuti hal itu, DLH Sukabumi mengaku akan melakukan pengawasan. Siklus tebang untuk kebutuhan biomassa akan menjadi pemantauan khusus agar tidak membuat masyarakat rugi. ”Jadi

PT Bukit Asam Tbk tidak memberikan jawaban. Suara.com telah melayangkan permohonan wawancara melalui Whatsapp, telepon, hingga berkirim surat kepada juru bicara perusahaan, Miki Agustinus. Namun hingga tulisan ini tayang, PT Bukit Asam Tbk tak memberikan jawaban.  

____________________

Baca Juga: Miris! Pria Pengangguran Bacok Ayah Kandung Gegara Kesal Sering Dinasihati Untuk Cari Pekerjaan

Reporter: Abdus Somad

 Artikel ini hasil dari liputan Fellowship bertajuk ”Food and Energy” yang didukung oleh Trend Asia

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI