Peneliti Hukum dan Konstitusi SETARA Institute Sayyidatul Insiyah menilai, tidak masuknya penghayat kepercayaan ke dalam Ranperpres KUB adalah sebuah kemunduran.
Dia mengatakan, putusan MK Nomor 97/PUU-XIV/2016 yang mengakui keberadaan penghayat melalui KTP seharusnya menjadi dasar pelembagaannya pada rancangan perpres.
Apalagi diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan masih sering terjadi. Pencegahannya harus dilembagakan, yakni melalui rancangan Perpres FKUB.
“Rancangan Perpres PKUB itu seharusnya mesti menginklusi eksistensi penghayat kepercayaan dan hak-haknya. Apalagi diskriminasi terhadap mereka masih sering terjadi.”
Sejumlah usulan revisi
SAYYIDATUL Insiyah mengatakan, masih banyak pasal dalam rancangan Perpres PKUB yang bermasalah serta berpotensi melanggengkan diskriminasi terhadap kaum penghayat.
Salah satu pasal yang dianggapnya bermasalah dan perlu dikaji ulang adalah persyaratan 90/60 pendirian rumah ibadah.
Syarat minimal 60 orang warga setempat menyetujui pembangunan rumah ibadah harus berkomposisi sama.
Selama ini, ada anggapan 60 orang warga itu harus berbeda keyakinan dengan pihak yang hendak mendirikan rumah ibadah.
Baca Juga: Detik-detik Politikus PDIP 'Seruduk' Acara Rocky Gerung Bareng Mahasiswa: Tidak Beradab!
“Bisa diatur 60 orang itu dari agama yang sama (pihak yang hendak mendirikan rumah ibadah) dan keyakinan lainnya,” kata Sayyidatul.