Kementerian Agama Sebaiknya Diganti Jadi Kementerian Berketuhanan

Jum'at, 29 September 2023 | 08:45 WIB
Kementerian Agama Sebaiknya Diganti Jadi Kementerian Berketuhanan
Gedung Kementerian Agama Republik Indonesia di Jakarta, Rabu (28/6/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]

Suara.com - Tanpa alasan yang kuat, aliran kepercayaan asli Indonesia dianggap bukan agama. Eksesnya, stigmatisasi terhadap kaum penghayat semakin dilanggengkan. Ada wacana kementerian agama diganti menjadi kementerian berketuhanan agar memenuhi prinsip kesetaraan.

“KAMI tidak menyembah Semar,” kata Sukamto, anggota komunitas penghayat Sapta Darma di Yogyakarta.

Seperti kebanyakan kelompok penghayat lainnya, Komunitas Sapta Darma seringkali dipersepsikan salah oleh masyarakat.

Persepsi yang salah, berpotensi berkembang menjadi stigmatisasi dan berujung pada diskriminasi maupun aksi persekusi terhadap para penghayat.

Untuk komunitas Sapta Darma sendiri, kesalahpahaman tersebut bersumber pada sistem keyakinan yang menjadikan Semar sebagai sosok sentral.

“Semar itu simbol roh suci manusia yang asalnya dari Allah yang maha kuasa.”

Semar, bagi penghayat Sapta Darma, bukan tokoh pewayangan Jawa, melainkan Semar Bagus serta memiliki makna mendalam.

Dalam perupaannya, Semar digambarkan sebagai sosok berkuncung tapi juga berpayudara, sehingga berada di luar oposisi biner jenis kelamin khas manusia, yakni perempuan maupun lelaki.

Lebih dari itu, Semar oleh komunitas Sapta Darma adalah cahaya yang merupakan roh suci manusia.

Baca Juga: Gelar Gebyar PAI Tingkat PAUD, Kemenag Kampanyekan Sikap Moderasi Sejak Usia Dini

Teologi mereka berdasarkan pada keyakinan Allah atau bahasa Indonesianya adalah Tuhan, sebagai ‘yang satu’.

"Jadi, bagi kami, tidak ada sesembahan lain kecuali Allah yang maha kuasa,” kata dia.

Meskipun sudah terang benderang menjelaskan keyakinannya melalui banyak medium, sejumlah warga komunitas Sapta Darma mengakui selalu ada pihak yang tak menyukai kehadiran mereka.

“Misalnya warga kami di Rembang, beberapa tahun lalu mau mendirikan tempat ibadah atau sanggar, malah dirusak massa, sampai dibakar. Itu semua karena ada hoaks,” kata seorang warga komunitas Sapta Darma.

Diskriminasi serta persekusi terhadap penghayat juga terjadi pada pemeluk Hindu Jawa atau lebih dikenal sebagai Hindu Mangir.

Para penerus Ki Ageng Mangir yang legendaris ini, kerapkali distigmatisasi sebagai penyembah berhala,roh, bahkan setan.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI