Di masa kerajaan Sriwijaya, pulau Bangka merupakan salah satu daerah taklukkan kerajaan maritim tersebut.
Tak hanya Sriwijaya, Kerajaan Majapahit hingga Mataram tercatat juga pernah menguasai pulau Bangka.
Meski begitu, pulai ini nyaris tak pernah jadi perhatian walau letaknya yang strategis.
Jadi Sarang Perompak
Baik Kerajaan Sriwijaya maupun Majapahit ketika menduduki pulau Bangka lebih mengutamakan wilayah itu sebagai basis pertahanan.
Mereka nyaris tak terlalu memperhatikan mengenai potensi sumber daya alam yang besar di pulau tersebut hingga akhirnya ditinggalkan dan terbengkalai.
Di saat itulah, pulau Bangka menjelma menjadi sarang para perompak yang ganas.
Baru ketika abad ke-15 yakni di awal tahun 1600-an, situasi dan kondisi pulau Bangka mulai kondusif sejak keadtangan pasukan dari Minangkabau yang kala itu dipimpin Sultan Johor.
Kedatangan Sultan Johor inilah yang nantinya menjadi penanda persebaran Islam di tanah Bangka.
Baca Juga: Belum Ada Kaitan dengan Dugaan TPPU, Kejagung Beberkan Maksud Panggil Sandra Dewi
Penambangan Timah
Selain menjadi tonggak persebaran agama, keturunan Sultan Johor ini yang kemudian memperkenalkan penambangan timah di Pulau Bangka.
Mereka adalah orang-orang Johor yang memiliki garis keturunan Cina tetapi beragama Islam. Mereka disebut masih memiliki kekerabatan dengan Kesultanan Palembang.
Berdasar sumber versi tahun 1711, terdapat tokoh seorang Cina bernama Oen Asing atau Boen Asiong yang melakukan aktivitas penambangan di wilaha Pulau Bangka tepatnya di Kampung Belo Mentok.
Orang ini disebut berpengaruh terhadap munculnya gerakan pembaharuan dalam penambangan timah dengan menggunakan mesin, teknik perapian untuk membakar timah yang lebih efisien dan melakukan standarisasi bentuk dan berat timah.