Kasus pemerkosaan ini menyoroti pentingnya pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka, terutama dalam interaksi dengan orang yang tidak mereka kenal dengan baik. Meskipun pelaku dikenal oleh keluarga korban, penting untuk selalu waspada dan memastikan keamanan anak-anak dalam setiap situasi.
Selain itu, kasus pemerkosaan oleh pengungsi Rohingya ini juga memecah pendapat masyarakat antara pro-kontra di media sosial terkait penanganan mereka. Hingga kini, ribuan pengungsi Rohingya yang datang ke Indonesia masih terus menyisakan masalah dan perdebatan berbagai pihak.
Hingga kini, beberapa pihak mengecam rencana pemerintah untuk memulangkan para pengungsi Rohingya ke negara asal mereka, menyusul adanya berbagai penolakan terhadap para imigran tersebut di Aceh.
Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, sempat mengungkapkan rencana pemulangan para pengungsi tersebut.
Penolakan terhadap kehadiran para pengungsi Rohingya, antara lain, disuarakan oleh sekelompok masyarakat di Bireuen, sebuah kota yang berjarak sekitar 200 kilometer dari ibu kota provinsi di Banda Aceh.
Aktivis dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Nadine Sherani, menyatakan bahwa memulangkan para pengungsi Rohingya ke Myanmar hanya akan membawa mereka kembali ke tempat yang disebutnya sebagai "neraka."
Sementara itu, banyak yang meminta Indonesia untuk lebih waspada terhadap gelombang pengungsi Rohingya. Pengamat intelijen, pertahanan, dan keamanan, Ngasiman Djoyonegoro, bahkan memperingatkan pemerintah untuk mewaspadai gelombang pengungsian yang mengatasnamakan Rohingya sehingga tidak menjadi masalah yang lebih besar dan serius di kemudian hari.