Suara.com - Sepanjang 2024, pemberantasan korupsi menjadi salah satu aspek yang disorot masyarakat. Terlebih, ketika pejabat publik terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.
Kinerja lembaga penegak hukum dalam pemberantasan korupsi juga menjadi perhatian dengan banyaknya kasus tindak pidana korupsi yang dibicarakan masyarakat melalui media sosial.
Berikut ulasan mengenai karut marut pemberantasan korupsi dan sejumlah kasus yang menjadi atensi publik sepanjang 2024:
Januari
- Dewas Usut Dugaan Pelanggaran Etik 2 Pimpinan KPK
Dua pimpinan KPK Alexander Marwata dan Nurul Ghufron dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK atas dugaan pelanggaran etik.
Keduanya diduga melanggar etik karena menggunakan pengaruhnya di Kementerian Pertanian (Kementan). Alexander disebut pernah meminta pengadaan pupuk tetapi tidak terlaksana.
- KPK Kalah dalam Sidang Praperadilan Eddy Hiariej
KPK sempat menetapkan Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej sebagai tersangka saat menjadi Wakil Menteri Hukum dan HAM.
Saat itu, dia diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 8 miliar dari Direktur Utama PT Cirta Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan.
Namun, Eddy kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 3 Januari 2024. Lalu pada 30 Januari 2024, Hakim tunggal Estiono mengabulkan praperadilan yang diajukan Eddy. Hakim menyebut, penetapannya sebagai tersangka tidak sah.
![Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (4/12/2023). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/12/04/24027-wamenkumham-eddy-hiariej-edward-omar-sharif-hiariej.jpg)
Februari
- 72 Pegawai KPK Pungli Berjemaah
Pada Kamis, 15 Februari 2024, Dewas KPK menjatuhkan sanksi berat kepada 78 dari 90 pegawai KPK yang dianggap terbukti terlibat pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menjelaskan, 90 pegawai terlibat dibagi menjadi enam klaster atau berkas perkara.
"Sanksi yang dijatuhkan terhadap para terperiksa adalah sanksi berat berupa permohonan maaf secara terbuka langsung. Jadi ada dua, satu mengenai putusan yang berhubungan dengan penyatuan sanksi berat sebagimana yang saya sampaikan tadi, ada berjumlah 78 terperiksa," kata Tumpak di Gedung C1 KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2024).
Sementara, 12 pegawai lainnya diserahkan ke Sekretarian Jenderal KPK untuk ditindaklanjuti sesuai sanksi kedisiplinan. Dijelaskannya, mereka tidak dapat diproses karena keterlibatan terjadi sebelum Dewas KPK terbentuk. Sebagaimana diketahui kasus pungli ini terjadi dalam rentang waktu 2018 sampai 2023.
"Kenapa? Karena mereka melakukan perbuatan sebelum adanya Dewan Pengawas KPK. Sehingga Dewan Pengawas KPK tidak berwenang untuk mengadili hal tersebut. Oleh karena itu kami serahkan ke sekjen untuk dilakukan pemeriksaan," jelasnya.