Suara.com - Reaksi terus mengalir menyusul pengumuman perjanjian gencatan senjata antara gerakan perlawanan Palestina Hamas dan rezim Israel setelah pembicaraan yang dimediasi oleh Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat.
Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, yang negaranya menjadi tuan rumah perundingan gencatan senjata, mengatakan ia gembira mengumumkan kesepakatan mengenai Gaza.
“Saya berterima kasih kepada mitra kami, Mesir dan Amerika Serikat, atas upaya mereka yang membantu memajukan negosiasi”, Al Thani.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi, dalam pernyataan memuji kesepakatan yang bertujuan untuk mengakhiri lebih dari 15 bulan perang genosida di Jalur Gaza.
"Kami menyambut baik kesepakatan gencatan senjata di Jalur Gaza dan menghargai upaya Qatar, Mesir, dan Amerika Serikat. Kami berharap kesepakatan ini akan mengakhiri perang brutal Israel ini selamanya," kata pernyataan Saudi.

Menyusul pengumuman kesepakatan tersebut, kepala negosiator Hamas Khalil al-Hayya mengatakan Operasi Penyerbuan Al-Aqsa menandai momen penting dalam sejarah perjuangan Palestina. Ia memuji keteguhan hati rakyat Palestina yang "menggagalkan tujuan terbuka dan terselubung para penjajah".
Al-Hayya juga berterima kasih kepada Iran, dan mengatakan Republik Islam mendukung perlawanan dan rakyat kami, memasuki perang dan menghancurkan kedalaman rezim Zionis dalam dua operasi "Janji Sejati".
Gerakan perlawanan Palestina, Jihad Islam, mengatakan bahwa ketangguhan rakyat Palestina “memaksa penjajah untuk menyetujui apa yang sebelumnya mereka tentang”.
“Perlawanan dan keteguhan hati rakyat Palestina telah mencegah penjajah mencapai tujuan mereka,” imbuh Mohammad al-Hindi, wakil sekretaris jenderal gerakan Jihad Islam Palestina.
Baca Juga: Gencatan Senjata Israel-Hamas di Gaza Tercapai, Apa Saja Rincian Kesepakatannya?
Ia lebih lanjut menegaskan bahwa rezim Israel tidak ingin warga Palestina bahagia dengan ketidakadilan dan pembunuhan yang tak berkesudahan, dengan mengatakan "kami tidak mengharapkan apa pun kecuali kejahatan dari musuh, terutama sebelum penerapan perjanjian, yang dijadwalkan akan dimulai pada hari Minggu."