"Maka sudah pasti banyak gangguan dan guncangan yang direkayasa agar kebijakan untuk efisiensi dan pencegahan kebocoran gagal dijalankan," sambungnya.
Ia mencontohkan gangguan dan guncangan yang terjadi dalam upaya pencegahan kebocoran negara di sektor minyak dan gas.
"Sebagai contoh, gas Elpiji 3 kg diambil, dioplos ke tabung 12 kg, kemudian dijual ke industri. Itu rata-rata 5–10 persen bocornya. Bahkan, gas elpiji 3 kg ada yang dijual hanya 2,5 kg, bahkan ada yang hanya 2,4 kg," kata Haris.
Haris menyadari bahwa tidak mudah mengubah pola pikir dan kebiasaan lama. Apalagi, kata dia, untuk membangun pola pikir dan kebiasaan baru menjalankan kebijakan negara yang sejalan dengan dasar konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Ia berujar napas dari UUD 1945 yang menjadi dasar dari Asta Cita dan Program Hasil Cepat adalah kepedulian dan perlindungan.
"Saya menyebutnya Prabowocare. Saya tidak mau menggunakan istilah Prabowonomic, yang terlalu berorientasi pada stabilitas makro dan kadang menciptakan situasi timpang serta tidak seimbang dengan kondisi ekonomi rakyat," kata Haris.
Haris mengatakan Prabowocare diorientasikan pada kebijakan yang sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya.
"Napas dari seluruh kebijakan efisiensi, penghematan, pencegahan kebocoran dan korupsi, serta tidak bergantung pada utang dan impor, diorientasikan semata-mata untuk kepedulian dan perlindungan kepada rakyat," kata Haris.
Baca Juga: Istana Bantah Anggaran BMKG Kena Pangkas 50 Persen Buntut Efisiensi: Tidak Benar