“Seringkali kita didiskriminasi oleh rekan-rekan kita karena patriarki. Jadi kita harus lebih keras lagi jika ingin didengar,” tambahnya.
Pelecehan verbal dan fisik menjadi bagian dari keseharian pengemudi ojol perempuan.
Mereka sering menerima komentar tidak pantas, permintaan nomor kontak, hingga ajakan ke tempat yang tidak semestinya, baik dari pelanggan maupun rekan kerja.
“Belum lagi kalau misalnya di jalan banyak tangan yang raba-raba karena merasa ojol perempuan mancing,” ujar dia.
Renny mengungkapkan stigma sosial juga dirasakan oleh keluarga, salah satunya perundungan yang terjadi pada anaknya karena pekerjaan ibunya sebagai pengemudi ojol.
Pendapatan yang minim memaksa banyak pengemudi perempuan membawa anak saat bekerja karena tidak mampu menitipkan mereka. Tekanan ekonomi, kondisi lalu lintas, dan masalah rumah tangga menambah tingkat stres yang tinggi.
Beberapa pengemudi bahkan mengalami keguguran atau komplikasi saat melahirkan akibat kelelahan bekerja hingga usia kandungan 8 bulan.
“Akhirnya ada masalah saat melahirkan dan rahimnya diangkat,” tambahnya.
Renny berharap suara pengemudi ojol perempuan dapat didengar dan diperhatikan.
Baca Juga: Kabar Baik dari Menaker! Ojol Bakal Dapat THR, Aturan Sedang di Godok
Ia menekankan bahwa pemerintah dan organisasi terkait belum memberikan perhatian yang layak terhadap hak-hak mereka.