Suara.com - Anggota Komisi I DPR RI fraksi NasDem, Machfud Arifin, menilai sorotan masyarakat yang meminta agar TNI harus dibatasi untuk mengisi jabatan sipil, itu harus didengarkan.
Komisi I DPR diketahui sedang membahas Revisi Undang-Undang (RUU) TNI. Salah satu yang menjadi perhatian publik dimana aturan mengenai jabatan sipil bagi anggota TNI.
"Yang kita perlu antisipasi adalah substansi yang lain yang menjadi sorotan masyarakat luas, yaitu tentang keberadaan TNI yang terlalu diharapkan, yaitu tidak terlalu masuk pada semua lini kegiatan civil society,” kata Machfud Arifin kepada wartawan, Sabtu (8/3/2025).
Legislator dapil Kalimantan Selatan ini menyampaikan, memang revisi terhadap undang-undang ini harus tetap mempertimbangkan keseimbangan antara peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara dan batasan dalam ranah sipil.
Masyarakat luas juga, kata dia, diharapkan berpartisipasi dalam memberi masukan terhadap revisi RUU tersebut.
"Ada pembatasan seperti di Undang-Undang sebelumnya. Tetapi mau ditambahkan, silakan boleh saja. Tetapi tergantung nantinya dalam putusan, dalam undang-undang yang akan diputuskan nantinya," ujarnya.
Untuk itu, ia berharap agar DPR dapat menerima berbagai masukan dari berbagai pihak, khususnya masyarakat, sebelum mengesahkan RUU tersebut.
Sehingga, kata dia, keputusan akhir akan sangat bergantung pada hasil pembahasan yang mencerminkan keseimbangan antara kepentingan negara dan prinsip demokrasi. "Hal ini masih dalam pembahasan. Itu belum final. Tetapi kita juga harus mendengar aspirasi dari masyarakat secara luas," pungkasnya.

Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengirimkan surat terbuka terkait pembahasan legislasi Revisi UU Polri dan Revisi UU TNI ke DPR RI khususnya ke Komisi I dan Komisi III, Senin (3/3/2025).
Baca Juga: Kekhawatiran Dwifungsi di RUU TNI, Golkar: Prajurit Isi Jabatan Sipil Tak Masalah, Tapi...
Surat tersebut dikirimkan lantaran KontraS menolak adanya RUU Polri dan RUU TNI tersebut.
"Adapun isi dari ataupun substansi surat terbuka yang kami ajukan yakni mengenai penolakan pembahasan RUU TNI dan Polri," kata Wakil Koordinator KontraS Andri Yunus ditemui jelang surat dikirimkan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Ia pun menjelaskan, mengapa pihaknya menolak RUU Polri dan RUU TNI. Hal itu disebut karena tidak mampu menjawab persoalan kultural di institusi.
"Misal yang pertama dalam ruu polri kemudian di dalamnya diatur mengenai penambahan wewenang intelijen dan keamanan yang mana menurut kami ada satu ketentuan disana yang membuat intelkan Polri dapat melakukan penggalangan yang semestinya itu berpotensi bertabrakan dengan kewenangan yang dimiliki badan intelijen negara atau kemudian mengenai perihal penggalangan," ujarnya.
"Di satu sisi berkenaan dengan TNI kami melihat ada upaya pengaturan perluasan jabatan sipil yang kemudian diperbolehkan begitu ya menduduki jabatan jabatan tertentu dan diisi oleh prajurit aktif," sambungnya.
![Ilustrasi TNI [Antara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/05/12/29594-ilustrasi-tni-antara.jpg)
Adanya itu semua, kata dia, justru berpotensi mengembalikan ke pemerintahan ke era orde baru.