Suara.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pasang badan membela Presiden ketujuh RI, Joko Widodo alias Jokowi, yang dikaitkan dengan kasus hukum Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. PSI menilai tudingan politisi PDIP, Deddy Sitorus, itu tak benar adanya.
Juru Bicara DPP PSI, Beny Papa, menyatakan pernyataan Deddy sebagai sikap orang yang tidak siap kalah. Dalam kondisi saat ini, Deddy disebutnya berupaya menarik simpati publik dengan menyeret nama Jokowi.
"Apa yang dilakukan Deddy Sitorus dan teman-teman PDIP yang terus menyerang Pak Jokowi adalah cara-cara murahan, mencoba memprovokasi untuk meraup simpati dengan menyebar hoaks," ujar Beny kepada wartawan, Jumat (14/3/2025).
"Pola ini biasanya dilakukan orang-orang yang tidak siap kalah dan pasti gagal," kata Beny dalam keterangan tertulis, Jumat (14/3/2025).
Menurut Beny, kasus yang menimpa Hasto adalah murni masalah hukum mengenai persoalan suap-menyuap dan menghalangi penyidikan.
"Maka kalau PDIP selalu membawa-bawa Pak Jokowi, itu salah alamat. Tidak ada andil dan kepentingan beliau di sana," ucap Beny.
Oleh karena itu, Beny menyarankan Hasto fokus menghadapi kasusnya dengan argumentasi hukum.
"Jangan gunakan para kaki tangannya untuk terus menyebar fitnah dan hoaks di masyarakat," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, mengungkapkan adanya permintaan dari pihak yang tidak diketahui asalnya agar Hasto Kristiyanto mundur dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal PDIP.
Selain itu, permintaan yang juga disampaikan oleh orang tidak dikenal itu ialah agar PDIP tidak memecat Presiden ketujuh Joko Widodo sebagai kader partai.
Dia mengungkapkan bahwa ada seorang utusan yang mendatangi pihaknya pada 14 Desember 2024 lalu dan menyampaikan permintaan tersebut.
Bahkan, Deddy menyebut adanya ancaman bagi sembilan kader PDIP yang akan dijadikan target oleh aparat penegak hukum.
"Memberitahu bahwa sekjen harus mundur, lalu jangan pecat Jokowi, dan menyampaikan ada sekitar sembilan orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK," kata Deddy di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025).
Dengan begitu, dia meyakini bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK merupakan bagian dari upaya kriminalisasi.
"Itulah juga yang menjadi keyakinan kami bahwa seutuhnya persoalan ini adalah persoalan yang dilandasi oleh itikad tidak baik dan kesewenang-wenangan," tegas Deddy.
Hasto Kristiyanto Didakwa Memberikan Suap kepada Anggota KPU Terkait Harun Masiku
![Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghadiri sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Jumat, 14 Maret 2025. [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/14/55873-sekretaris-jenderal-dpp-pdi-perjuangan-hasto-kristiyanto.jpg)
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, didakwa memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) kepada anggota KPU 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Suap ini bertujuan agar Wahyu mengupayakan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Dapil Sumsel I dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Jaksa KPK mengungkapkan bahwa Hasto bekerja sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku dalam kasus ini.
Selain itu, Hasto didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan perusakan barang bukti, termasuk merendam ponsel Harun Masiku.
Kasus ini bermula dari wafatnya Nazarudin Kiemas sebelum Pemilu 2019. KPU menetapkan Riezky sebagai pengganti karena meraih suara terbanyak.
Namun, Hasto meminta agar suara Nazarudin dialihkan ke Harun Masiku, meskipun KPU menolaknya.
Upaya suap dilakukan dengan menyerahkan uang secara bertahap kepada Wahyu melalui perantara.
Wahyu meminta dana operasional Rp1 miliar, di mana sebagian telah diserahkan sebelum akhirnya KPK melakukan operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020. Hasto kini terancam pidana sesuai UU Pemberantasan Korupsi.