Suara.com - Tim keamanan nasional Presiden Donald Trump baru-baru ini menjadi sorotan dunia setelah muncul "chat nyasar" yang membuat rencana serangan Amerika Serikat (AS) kepada kelompok Houthi di Yaman bocor.
Chat tersebut bocor kepada seorang wartaman Jeffrey Goldberg yang merupakan editor-in-chief atau pemimpin redaksi dari kantor berita The Atlantic.
Dikutip dari The Atlantic, kejadian ini berawal dari Goldberg yang tiba-tiba tak sengaja dimasukkan ke dalam grup chat.
Dalam grup tersebut berisi para pejabat tinggi dan senior AS yang termasuk dalam tim keamanan nasional Presiden Donald Trump.
Goldberg kemudian merilis artikel pada Senin (24/03/2025) yang memperlihatkan tangkapan layar percakapan para pejabat AS tersebut yang berlangsung selama beberapa minggu.
Dalam rilis tersebut, Golberg menyebut dirinya dimasukkan ke grup chat Signal itu pada 13 Maret lalu oleh Penasihat Keamanan Nasional AS, Mike Waltz.
Grup chat itu bernama "Houthi PC small group" dan dalam percakapannya ini fokus membahas koordinasi tindakan terkait Houthi.
Goldberg pun mengungkap pesan pertama dari Waltz dalam grup chat itu yang berisi: "Tim -- membentuk kelompok prinsip untuk koordinasi soal Houthi, khususnya selama 72 jam ke depan. Wakil saya, Alex Wong, sedang menyusun tim harimau di tingkat deputi/kepala staf lembaga setelah pertemuan di Sit Room pagi ini untuk item tindakan dan akan mengirimkannya nanti malam."
Menurut Goldberg, total ada 18 pejabat senior AS dalam grup chat tersebut, termasuk Wakil Presiden JD Vance, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Menteri Pertahanan Pete Hegseth, Utusan Khusus Trump untuk Timur Tengah Steve Witkoff, dan Direktur Badan Intelijen Pusat AS (CIA) John Ratcliffe.
Baca Juga: Trump Perintahkan "Kekuatan Mematikan" ke Yaman: Houthi Terancam Lenyap?
Artikel Goldberg pun membahas salah satu topik utama dalam grup chat itu adalah operasi militer yang akan dilakukan, dan Hegseth mendesak para pejabat AS dalam grup chat itu untuk bergerak maju tanpa penundaan.
Goldberg menyebut Hegseth membagikan rincian operasional serangan itu pada 15 Maret, hari serangan udara AS kepada Houthi dimulai.
Percakapan pun membahas berbagai informasi termasuk tentang target, senjata, dan urutan serangan yang dilancarkan.
Goldberg mengatakan, ia kemudian meninggalkan grup chat itu tak lama setelah serangan awal AS terhadap Houthi dilakukan pada 15 Maret lalu.
Gedung Putih mengonfirmasi kebenaran terkait tangkapan layar percakapan yang dibagikan Goldberg.
Sementara penyelidikan akan dilakukan untuk mencari tahu bagaimana Goldberg bisa dimasukkan ke dalam grup chat tersebut.
"Rangkaian pesan tersebut merupakan demonstrasi koordinasi kebijakan yang mendalam dan bijaksana antara para pejabat senior.
Keberhasilan operasi terhadap Houthi yang berkelanjutan menunjukkan bahwa tidak ada ancaman terhadap para anggota militer kami atau keamanan nasional kami," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Brian Hughes.
![Ilustrasi perang AS dan Yaman. [ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/26/33506-ilustrasi-perang-as-dan-yaman-antara.jpg)
Houthi di Yaman: Sejarah, Ideologi, dan Konflik yang Berlarut-larut
Kelompok Houthi, atau dikenal juga sebagai Ansar Allah, merupakan gerakan bersenjata yang berbasis di Yaman utara.
Kelompok Houthi memainkan peran utama dalam konflik yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di negara tersebut, menyebabkan krisis kemanusiaan yang semakin parah.
Sejarah dan Asal-Usul
Houthi berasal dari komunitas Zaidi, salah satu cabang Islam Syiah yang dominan di wilayah utara Yaman.
Gerakan ini bermula pada 1990-an sebagai kelompok dakwah keagamaan dan politik yang dipimpin oleh Hussein Badreddin al-Houthi.
Mereka awalnya menentang pengaruh asing, terutama Amerika Serikat dan Arab Saudi, serta kebijakan pemerintah Yaman yang dianggap mengabaikan kepentingan kelompok Zaidi.
Konflik bersenjata pertama kali meletus pada tahun 2004 ketika pemerintah Yaman, yang saat itu dipimpin oleh Presiden Ali Abdullah Saleh, berusaha menumpas kelompok ini.
Hussein al-Houthi terbunuh dalam pertempuran, tetapi gerakan tersebut semakin kuat dan berubah menjadi kekuatan militer yang lebih terorganisir.
Ideologi dan Tujuan
Houthi mengklaim sebagai gerakan perlawanan terhadap korupsi, ketidakadilan, serta campur tangan asing di Yaman.
Mereka menentang dominasi Arab Saudi dan AS di kawasan Timur Tengah.
Slogan mereka yang terkenal adalah "Tewaskan Amerika, tewaskan Israel, kutuklah Yahudi, kemenangan bagi Islam."
Kelompok ini juga mengusung sistem pemerintahan yang lebih selaras dengan ajaran Zaidi, meskipun tetap mengklaim ingin memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat Yaman.
Dalam perjalanannya, Houthi juga mendapat dukungan dari Iran, meskipun Iran menyangkal keterlibatan langsung dalam konflik.
Konflik dengan Pemerintah Yaman dan Koalisi Arab
Pada 2014, Houthi berhasil merebut ibu kota Yaman, Sanaa, dan menggulingkan pemerintahan yang didukung oleh Arab Saudi.
Hal ini memicu intervensi militer besar-besaran oleh koalisi yang dipimpin oleh Arab Saudi pada 2015 dengan tujuan mengembalikan pemerintahan yang sah.
Sejak saat itu, perang saudara Yaman terus berlanjut dengan korban jiwa mencapai ratusan ribu orang dan menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia menurut PBB.
Houthi juga sering melancarkan serangan balasan ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menggunakan rudal dan drone.
Selain itu, mereka juga terlibat dalam perang maritim dengan menyerang kapal-kapal di Laut Merah sebagai bentuk tekanan terhadap rival-rival mereka.
Krisis Kemanusiaan dan Upaya Perdamaian
Konflik antara Houthi dan pemerintah Yaman yang didukung koalisi Arab Saudi telah menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal, kelaparan massal, dan runtuhnya sistem kesehatan di Yaman.
Berbagai upaya perdamaian telah dilakukan oleh PBB dan organisasi internasional lainnya, tetapi hingga kini belum ada solusi jangka panjang yang berhasil mengakhiri perang.
Kontributor : Maliana